4 Inti Ajaran Buddha (Catur Arya Satya) dan Penjabarannya
Kajian inti ajaran Buddha yang kita sebut dengan Catur Arya Satya merupakan kajian yang diambil dari buku the Way to Freedom Karya Dalai Lama-Bagian I.
Pada bagian awal buku the Way to Freedom, Dalai Lama menjelaskan ajaran yang disampaikan oleh Sang Buddha setelah mencapai pencerahan. Ajaran ini disebut sebagai Catur Arya Satya (Empat Realitas).
Keempat realitas itu adalah sebagai berikut. Pertama, realitas tentang penderitaan. Ini terkait dengan fakta bahwa kebahagiaan kita terus-menerus berubah. Kedua, sumber-sumber yang menjadi penyebab bagi penderitaan tersebut. Ini terkait dengan kekelirutahuan, kemelekatan, dan amarah yang mengotori kesadaran (citta). Ketiga, Nirvana. Ini bisa dicapai ketika penderitaan akibat kotoran-kotoran batin (kesadaran) telah lenyap. Keempat, jalan untuk sampai pada Nirvana (lenyapnya penderitaan).
Menurut Dalai Lama, realitas penderitaan sudah sedemikian jelas adanya dan pengalaman kita menjadi buktinya. Kalaupun kita bisa merasakan kebahagiaan, itu tidak pernah kekal. Faktanya, rasa senang dan sedih sering kali datang silih berganti; perasaan tenang juga sering kali ditimpali dengan rasa takut, marah, cemburu, terluka dan lain sebagainya. Perubahan-perubahan yang terjadi pada kondisi batin yang kita alami itulah merupakan indikasi nyata bagi realitas penderitaan kita.
Apa yang menjadi persoalan kemudian adalah apakah kita memiliki pergertian yang tepat ihwal sebab-sebab yang menimbulkan penderitaan tersebut? Tanpa pengertian yang tepat, kita akan tetap terjebak dalam berbagai gejolak batin. Kita tidak bisa keluar dari lingkaran penderitaan itu. Karena itu, menurut Dalai Lama, pengertian atau pengetahuan adalah titik-tolak yang penting bagi kemungkinan pelenyapan penderitaan. Pengertian ini pada gilirannya akan mendorong munculnya keinginan kuat dalam diri kita untuk sampai pada Nirvana atau lenyapnya penderitaan.
Dalam pandangan Dalai Lama, penderitaan yang kita alami saat ini adalah akibat dari perbuatan-perbuatan di masa lalu. Hal yang sama juga berlaku untuk kebahagiaan. Kebahagiaan yang kita alami saat ini adalah hasil dari perbuatan-perbuatan di masa lampau. Dalam hal ini, hukum sebab-akibat (karma) berlaku jelas baik untuk kebahagiaan maupun penderitaan. Perbuatan buruk akan menjadi sebab bagi munculnya penderitaan; perbuatan baik akan menjadi sebab bagi munculnya kebahagiaan.
Bagi Dalai Lama, hukum sebab-akibat ini juga berlaku untuk hubungan antara realitas batin atau kesadaran (citta) dan kondisi-kondisi kita. Keadaan batin yang baik akan menjadi sebab bagi munculnya kondis-kondisi yang baik dalam diri kita. Sebaiknya, keadaan batin yang buruk akan menjadi sebab bagi munculnya kondis-kondisi yang buruk juga pada diri kita. Dengan kata lain, penderitaan dalam batin akan menyebabkan hal-hal buruk terjadi pada kita, sementara kebahagiaan batin juga akan menyebabkan datangnya hal-hal baik.
Dari uraian Dalai Lama tentang sebab-sebab penderitaan di atas, kita dapat menemukan dua hal. Pertama, agar tidak mendapatkan penderitaan baru, kita sejatinya mulai menghentikan perbuatan-perbuatan buruk saat ini juga, serta memperbanyak perbuatan-perbuatan baik. Hal ini akan mendorong munculnya hal-hal positif dalam batin kita. Kedua, walaupun perbuatan buruk yang menjadi sebab penderitaan telah terjadi di masa lalu, jejak-jejaknya masih ada dalam batin kita saat ini berupa penderitaan itu. Untuk menghilangkannya, diperlukan metode khusus yang disebut sebagai meditasi.
Pertanyaan kemudian adalah kapan penderitaan itu akan sepenuhnya lenyap setelah menjalankan perbuatan-perbuatan baik dan membersihkan jejak-jejak perbuatan buruk masa lalu dalam batin kita? Dengan kata lain, setelah menjalankan Dharma, kapan kita akan sampai Nirvana (kebahagiaan mutlak)? Apakah Nirvana itu bisa dicapai dalam kehidupan saat ini, atau kehidupan lainnya?
Terkait pertanyaan di atas, Dalai Lama menyatakan bahwa Nirvana bisa dicapai setelah kita mengalami pencerahan, yakni: hilangnya kotoran-kotoran batin yang membuat kesadaran kita bisa mengerti kenyataan sebagaimana adanya. Untuk sampai pada tahap ini, ada orang-orang yang bisa mencapainya dalam kehidupan saat ini, tapi juga ada juga orang-orang yang bisa mencapainya dalam kehidupan-kehidupan lainnya. Itu tergantung keadaan orangnya masing-masing dan kualitas Dharma yang dijalankannya.
Sebagaimana dijelaskan Dalai Lama, Buddhisme Tibet mengakui Sutra dan Tantra sebagai bagian dari jalan menuju pencerahan. Jika Sutra menekankan aspek eksoteris ajaran (jalan umum), Tantra berfokus pada aspek esoteris ajaran (jalan rahasia). Keduanya berpadu secara integral sebagai satu kesatuan. Keduanya adalah bagian dari jalan yang saling terkait satu sama lain, bisa dibedakan, tapi tidak bisa dipisahkan.
Dalam hal ini, Dalai Lama menolak orang-orang yang hanya mau mempraktikan Tantra tanpa Sutra. Bagi Dalai Lama, murah hati, etika (sila), kesabaran (khshanti), daya-upaya (virya), konsentrasi (dyana) dan kebijaksanaan (prajna) adalah fondasi ajaran yang niscaya dijalankan untuk sampai pada pencerahan spiritual. Inilah yang oleh Dalai Lama dimaksud sebagai "jalan bertahap" menuju pencerahan.
Alam Sutera, 13 Maret 2019
Ditulis Oleh
Iqbal Hasanuddin
Pada bagian awal buku the Way to Freedom, Dalai Lama menjelaskan ajaran yang disampaikan oleh Sang Buddha setelah mencapai pencerahan. Ajaran ini disebut sebagai Catur Arya Satya (Empat Realitas).
Keempat realitas itu adalah sebagai berikut. Pertama, realitas tentang penderitaan. Ini terkait dengan fakta bahwa kebahagiaan kita terus-menerus berubah. Kedua, sumber-sumber yang menjadi penyebab bagi penderitaan tersebut. Ini terkait dengan kekelirutahuan, kemelekatan, dan amarah yang mengotori kesadaran (citta). Ketiga, Nirvana. Ini bisa dicapai ketika penderitaan akibat kotoran-kotoran batin (kesadaran) telah lenyap. Keempat, jalan untuk sampai pada Nirvana (lenyapnya penderitaan).
Buku The Way to Freedom Dalai Lama |
Menurut Dalai Lama, realitas penderitaan sudah sedemikian jelas adanya dan pengalaman kita menjadi buktinya. Kalaupun kita bisa merasakan kebahagiaan, itu tidak pernah kekal. Faktanya, rasa senang dan sedih sering kali datang silih berganti; perasaan tenang juga sering kali ditimpali dengan rasa takut, marah, cemburu, terluka dan lain sebagainya. Perubahan-perubahan yang terjadi pada kondisi batin yang kita alami itulah merupakan indikasi nyata bagi realitas penderitaan kita.
Apa yang menjadi persoalan kemudian adalah apakah kita memiliki pergertian yang tepat ihwal sebab-sebab yang menimbulkan penderitaan tersebut? Tanpa pengertian yang tepat, kita akan tetap terjebak dalam berbagai gejolak batin. Kita tidak bisa keluar dari lingkaran penderitaan itu. Karena itu, menurut Dalai Lama, pengertian atau pengetahuan adalah titik-tolak yang penting bagi kemungkinan pelenyapan penderitaan. Pengertian ini pada gilirannya akan mendorong munculnya keinginan kuat dalam diri kita untuk sampai pada Nirvana atau lenyapnya penderitaan.
Dalam pandangan Dalai Lama, penderitaan yang kita alami saat ini adalah akibat dari perbuatan-perbuatan di masa lalu. Hal yang sama juga berlaku untuk kebahagiaan. Kebahagiaan yang kita alami saat ini adalah hasil dari perbuatan-perbuatan di masa lampau. Dalam hal ini, hukum sebab-akibat (karma) berlaku jelas baik untuk kebahagiaan maupun penderitaan. Perbuatan buruk akan menjadi sebab bagi munculnya penderitaan; perbuatan baik akan menjadi sebab bagi munculnya kebahagiaan.
Bagi Dalai Lama, hukum sebab-akibat ini juga berlaku untuk hubungan antara realitas batin atau kesadaran (citta) dan kondisi-kondisi kita. Keadaan batin yang baik akan menjadi sebab bagi munculnya kondis-kondisi yang baik dalam diri kita. Sebaiknya, keadaan batin yang buruk akan menjadi sebab bagi munculnya kondis-kondisi yang buruk juga pada diri kita. Dengan kata lain, penderitaan dalam batin akan menyebabkan hal-hal buruk terjadi pada kita, sementara kebahagiaan batin juga akan menyebabkan datangnya hal-hal baik.
Dari uraian Dalai Lama tentang sebab-sebab penderitaan di atas, kita dapat menemukan dua hal. Pertama, agar tidak mendapatkan penderitaan baru, kita sejatinya mulai menghentikan perbuatan-perbuatan buruk saat ini juga, serta memperbanyak perbuatan-perbuatan baik. Hal ini akan mendorong munculnya hal-hal positif dalam batin kita. Kedua, walaupun perbuatan buruk yang menjadi sebab penderitaan telah terjadi di masa lalu, jejak-jejaknya masih ada dalam batin kita saat ini berupa penderitaan itu. Untuk menghilangkannya, diperlukan metode khusus yang disebut sebagai meditasi.
Pertanyaan kemudian adalah kapan penderitaan itu akan sepenuhnya lenyap setelah menjalankan perbuatan-perbuatan baik dan membersihkan jejak-jejak perbuatan buruk masa lalu dalam batin kita? Dengan kata lain, setelah menjalankan Dharma, kapan kita akan sampai Nirvana (kebahagiaan mutlak)? Apakah Nirvana itu bisa dicapai dalam kehidupan saat ini, atau kehidupan lainnya?
Terkait pertanyaan di atas, Dalai Lama menyatakan bahwa Nirvana bisa dicapai setelah kita mengalami pencerahan, yakni: hilangnya kotoran-kotoran batin yang membuat kesadaran kita bisa mengerti kenyataan sebagaimana adanya. Untuk sampai pada tahap ini, ada orang-orang yang bisa mencapainya dalam kehidupan saat ini, tapi juga ada juga orang-orang yang bisa mencapainya dalam kehidupan-kehidupan lainnya. Itu tergantung keadaan orangnya masing-masing dan kualitas Dharma yang dijalankannya.
Sebagaimana dijelaskan Dalai Lama, Buddhisme Tibet mengakui Sutra dan Tantra sebagai bagian dari jalan menuju pencerahan. Jika Sutra menekankan aspek eksoteris ajaran (jalan umum), Tantra berfokus pada aspek esoteris ajaran (jalan rahasia). Keduanya berpadu secara integral sebagai satu kesatuan. Keduanya adalah bagian dari jalan yang saling terkait satu sama lain, bisa dibedakan, tapi tidak bisa dipisahkan.
Dalam hal ini, Dalai Lama menolak orang-orang yang hanya mau mempraktikan Tantra tanpa Sutra. Bagi Dalai Lama, murah hati, etika (sila), kesabaran (khshanti), daya-upaya (virya), konsentrasi (dyana) dan kebijaksanaan (prajna) adalah fondasi ajaran yang niscaya dijalankan untuk sampai pada pencerahan spiritual. Inilah yang oleh Dalai Lama dimaksud sebagai "jalan bertahap" menuju pencerahan.
Dari yang dijelaskan di atas sesungguhnya membahas tentang 4 inti ajaran Buddha tentang realitas adalah sebagai berikut. pertama realitas
tentang penderitaan. Kedua sumber-sumber yang menjadi penyebab bagi
penderitaan tersebut. Ketiga, Nirvana. Keempat, jalan untuk sampai pada
Nirvana (lenyapnya penderitaan).
Alam Sutera, 13 Maret 2019
Ditulis Oleh
Iqbal Hasanuddin
Post a Comment for "4 Inti Ajaran Buddha (Catur Arya Satya) dan Penjabarannya"