Jean Francois Lyotard: Krisis Legitimasi
Oleh: Hairus Saleh, Lutfi Irham Ghufroni dan Fardiana Fikria Qur’ani
POSTMODERNISME
Pengertian Postmodernisme
Postmodernisme
ialah suatu pergerakan gagasan yang menggantikan ide-ide zaman modern. Zaman
canggih dicirikan dengan pengutamaan rasio, objektivitas, totalitas,
strukturalisasi/ sistematisasi, universalisasi tunggal dan peradaban saints.
Postmodern memiliki gagasan cita-cita, hendak meningkatkan situasi sosial,
kebiasaan dan kesadaran akan seluruh realitas serta pertumbuhan dalam
sekian banyak bidang. Postmodern mengkritik modernisme yang dirasakan
telah mengakibatkan sentralisasi dan universalisasi gagasan di sekian banyak bidang
ilmu dan teknologi.
Prinsip
postmodernisme ialah meleburnya batas distrik dan pembedaan antar kebiasaan
tinggi dengan kebiasaan rendah, antara penampilan dan kenyataan, antara simbol
dan realitas, antara universal dan peripheral dan segala oposisi biner lainnya
yang sekitar ini dijunjung tinggi oleh teori sosial dan filsafat
konvensional.[1]
Postmodernisme
pun adalahintensifikasi (perluasan konsep) yang dinamis, yang adalahupaya
terus menerus untuk menggali kebaruan, eksperimentasi dan revolusi kehidupan,
yang membangkang dan tidak percaya pada segala format narasi besar (meta
naratif), dan penolakannya terhadap filsafat metafisis, filsafat sejarah, dan
segala format pemikiran totalitas, dan lain-lain. Postmodern dalam bidang
filsafat ditafsirkan juga segala format refleksi kritis atas paradigma canggih
dan atas metafisika pada lazimnya dan berusahPostmodernisme andai diperhadapkan
dengan modernisme, mempunyai posisi yang beragam. Disatu sisi modernisme dirasakan
tidak sukses mengusung martabat insan modern. Bahkan mengantarkan insan ke
jurang ketimpangan. Atas dasar kritik ini, maka butuh gerakan dan
ide-ide baru yang dinamakan dengan postmodernisme. Sedang beberapa lagi
beranggapan, postmodernisme ialah pengembangan dari modernitas[2]. Perbedaan
pendapat dua kumpulan mengenai pemahaman Post-modernisme cukup bertolak
belakang secara signifikan. Satu konsep menuliskan bahwa modernisme
berseberangan dengan postmodernisme bahkan terjadi paradoks yang kontras.
Sedang yang beda memandang bahwa postmodernisme ialah bentuk sempurna dari
modernisme, laksana pijakan tangga yang satu dengan tangga berikutnya secara
berurutan.
Di
tengah polemik dua konsep di atas, ada pendapat ketiga yang hendak menengahi
dua pendapat yang kontradiktif tadi. Kata “Post” dalam sebutan postmodernisme tidak
saja berarti “setelah” (masa berikutnya), postmodernisme ialah usaha keras
sebagai reaksi dari kesia-siaan zaman modernis yang sirna begitu saja laksana
ditiup angin. Adapun penyebab dari kesia-siaan zaman modernis ialah akibat dari
desakan yang bersumber dari nalar intelektual insan yang terus bermetamorfosis.
Disinilah postmodernisme hadir sebagai sebuah gagasan ke dalam kancah polemik
dengan sekian banyak lingkup Diskursus dan dengan segala dimensinya.[3]
Ciri-cirinya
Cirir-ciri
postmodern, melingkupi hal-hal secara konseptual, diantaranya:
1.
Menghendaki penghargaan besar terhadap alam ini sebagai kritik atas gerakan
modernisme yang mengeksploitasi alam
2.
Menekankan pentingnya bahasa (Hermeneutik, Filologi) dalam kehidupan
insan dengan segala konsep dan analisanya yang kompleks, ini sebagai antitesa
atas situasi modernisme atas kuasa tafsir oleh mesin birokrasi ilmu pengetahuan
3.
Menekankan pentingnya bahasa (Hermeneutik, Filologi) dalam kehidupan
insan dengan segala konsep dan analisanya yang kompleks, ini sebagai antitesa
atas situasi modernisme atas kuasa tafsir oleh mesin birokrasi ilmu pengetahuan
Ide besar untuk meminimalisir kekaguman terhadap ilmu pengetahuan,
kapitaslisme, dan teknologi yang hadir dari pertumbuhan modernisme.
4.
Menekankan inklusivitas dalam menerima kendala agama beda atas agama dominant
sampai-sampai terbuka timbulnya ruang dialogis. Ini hadir sebagai dampak
menjamurnya dan tumbuhkembangnya realitas modernis yang menanam ideologi
sebagai perangkat pembenar masing-masing
5.
Sikap yang ingin permisive dan menerima terhadap ideologi dan pun agama
beda dengan sekian banyak penafsiran
6.
Adanya daya dorong kebangkitan kelompok tertindas, seperti kelompok
ras, gender, ruang belajar minoritas secara sosial yang tersisihkan Tumbuhnya
kesadaran bakal pentingnya interdependensi (kesaling bergantungan) secara
radikal dari seluruh pihak dengan teknik yang bisa dan memungkinkan terpikirkan
oleh insan secara menyeluruh.[4]
JEAN FRANCOIS LYOTARD
Biografi Jean Francois Lyotard
Jean Francois Lyotard bermunculan pada tahun 1924 di Versailles di
suatu kota kecil di paris unsur selatan. Jean-Pierre Lyotard ialah ayahnya dan
ibunya mempunyai nama Madeleine.
Ia menikah dengan Andree May pada tahun 1948. Setelah selesai Perang
Dunia ke II, ia belajar filsafat di Sorbonne dan mendapat gelar agre’gation de
philosophie tahun 1950. tahun 1950-1952 ia melatih di sekolah menengah di kota
Constantine di Aljazair Timur. Kemudian ia menjadi profesor filsafat di
Universitas Paris VIII (Saint-Denis). Jabatan ini dipegangnya sampai umur pensiunnya
tahun 1989.
Dari tahun 1956-1966, Lyotard menjadi anggota dewan redaksi jurnal
sosialis Socialisme au Berbarie (Sosialisme atau Keadaan Barbar) istilah yang
diambilnya dari Marx yang mengumpamakan perlunya opsi antara sosialisme atau
suasana barbar. Ia pun menjabat sebagai anggota dewan redaksi surat kabar
sosialis ”Pouvoir Ouvier”. Lyotard membangkang secara keras kepandaian pemerintah
Prancis ketika terjadinya Perang di Aljazair, dan ikut dalam gerakan yang
terjadi di Prancis tahun 1968.
Dari tahun 1950-1960 ia dikenal sebagai seorang aktivis yang
beraliran Marxis, bakal tetapi semenjak tahun 1980-an ia dikenal sebagai
pemikir posmodernisme non-Marxis yang terkemuka. Tahun 1954 terbit kitab kesatunya
yang berjudul La Phenomena\ologie, sebuah pendahuluan untuk mengetahui fenomenologi
Husserl. Meskipun ia masuk kumpulan Marxis, akan namun kelompoknya tidak jarang
kali kritis dan menampik interprestasi dogmatis terhadap pemikiran Marx laksana
yang dilaksanakan Stalinisme, Trotkyisme dan maoisme. Karena perbedaan
pandangan dengan teman-temannya, ia meninggalkan Socialisme ou Barbarie dan
menegakkan majalah marxis baru berjudul Puovoir Ouvrier (Kuasa Kaum Buruh) Ia
resmi terbit dari lingkungan marxis tahun 1966, sebab kekecewaannya terhadap
kegagalan gerakan marxis untuk membina masyarakat sosialis yang adil
sebagaimana didengung-dengungkan sekitar ini. Tahun1971 ia sukses memperoleh
gelar doktor sastra dengan disertasi yang berjudul Discours, figure (Diskursus,
Figure) yang membicarakan tentang problem bahasa dengan fenomenologi. Dengan
teknik ini ia bercita-cita dapat mendahului aliran strukturalisme dan
memposisikannya sebagai salah seorang figur posstrukturalisme dan posmodernisme
Prancis terkemuka.
Lyotard berulang-kali menegaskan mengenai pemikiran Postmodern di
dalam eseiesei yang terkumpul dalam bahasa Inggris sebagai The Postmodern
Explained to Children, Toward the Postmodern, dan Postmodern Fables. Pada Tahun
1998, selagi bersiap-siap menghadapi sebuah konferensi conference on
Postmodernism and Media Theory, ia meninggal dengan tak diduga-duga sebab leukemia
yang sudah mengedepan dengan cepat. Ia dikuburkan di Le Père Lachaise Cemetery
di Paris.
Kritis Legetimasi
Dalam pandangan modernisme, pengetahuan sains tidak lagi didapatkan
demi pengetahuan tetapi demi profit di mana kriterium yang berlaku tidak lagi benar/salah,
tetapi kriterium performatif: maximum output with a minimum input (menghasilkan
semaksimal barangkali dengan ongkos sekecil mungkin).[5]
Di sini insan di paksa secara halus guna mengkonsumsi sebuah prodak
yang marupakan hasil sebuah riset. Manusia sebetulnya tidak memerlukan semua
produk, tetapi secara berlahan dibentuklah suatu kemauan yang amat kuat
sampai-sampai tetap mengkonsumsi prodak tersebut.
Nah, Tunduknya penelitian dan proses transmisi pengetahuan pada
kriteria performativitas sistem sosial telah menciptakan riset dan institusi
edukasi berorientasi pada dominasi (power). Yang dapat mendukung riset ongkos tinggi
ialah yang memiliki dominasi (modal). IImuwan, teknisi, dan instrumen
penelitian diperdagangkan bukan untuk mengejar kebenaran tetapi untuk
memperbesar kekuasaan. Barangsiapa bisa memproduksi bukti-bukti (proofs) ia
menguasai "realitas", dan orang yang menguasai "realitas"
lah yang memil,iki dominasi untuk menilai mana yang benar dan mana yang adil
Inilah yang dilaksanakan teknologi dengan prinsip efisiensinya
(perfomativitas). Demikian pula institusi pendidikan pun tunduk pada kekuasaan.
Oleh sebab itu, pertanyaan yang dikemukakan oleh negara, lembaga edukasi dan
siswa tidak lagi "Apakah ini benar?" tetapi "Apakah ini
berguna?", "Apakah ini laku di pasaran '(saleable)?" dan dalam
konteks menambah kekuasaan: "Apakah ini efisien?".
Pembuat proposisi tidak boleh menciptakan proposisi tanpa
meluangkan bukti yang memperkuat proposisinya, pihak kedua tidak dapat memberikan
bukti melainkan melulu memberi persetujuan atau penolakannya. Sains dihadapkan
pada fakta bahwa ia tidak dapat memberlakukan aturan mainnya secara universal
sampai berhak menilai mana pengetahuan absah dan mana yang tidak. Lyotard yakin
bahwa kita menginjak fase di mana logika tunggal yang dipercayai kaum modernis
telah mati digantikan oleh pluralitas logika atau paralogi.
Perspektivisme mengenai ilmu pengetahuan yang berasal dari Nietzche
dipakai Lyotard untuk menampik pandangan ilmu pengetahuan yang universal dan
total. Menurutnya tidak terdapat perspektif tunggal mengenai realitas objektif
yang universal. Manusia tidak mempunyai akses untuk menyaksikan dunia
sebagaimana nyatanya, anggapan dan kemauan untuk menjangkau itu ialah sia-sia.
Kebutuhan dan kemauan untuk mengejar kebenaran ilmu pengetahuan, bahwasannya hanyalah
sebatas istilah yang mengacu pada wacana (discourse) yang sukses dan bermanfaat.
Ini berlaku untuk semua pengetahuan dan logika yang selalu mempunyai sifat profesional
dan perspektif Yang terjadi dalam abad modern ialah bahwa sains berkeinginan melegitimasi
kebenaran pemyataan-pemyataannya tetapi tidak mempunyai sumber-sumber legitimasi
pada dirinya sendiri sampai-sampai mereka malah meminta pertolongan narasi guna
melegitimasi dirinya.
Tentang Narasi
Selama ini ada pembedaan yang tegas antara pengetahuan ilmiah dan
narasi. Dalam pandangan modem yang bisa disebut pengetahuan hanyalah yang
i1miah (sains). Narasi dirasakan sebagai sesuatu yang primitif, tradisional,
terbelakang, sarat prasangka, dsb. Pembedaan semacam ini sebenamya tidak bisa dipertanggungjawabkan.
IImu pengetahuan ilmiah ialah sebuah perrnainan bahasa yang mempunyai aturannya
sendiri sampai-sampai tidak bisa memvonis narasi sebagai dongeng, legenda, atau
mitos yang "bukan pengetahuan". Narasi ialah sebuah format permainan
bahasa beda yang mempunyai aturan mainnya sendiri. IImu pengetahuan ilmiah tidak
bisa menilai negatif narasi yang bcrada di luar kompotensinya
Narasi ialah sebuah format pengetahuan adat yang menceritakan kesuksesan
maupun kegagalan seorang hero. Narasi semacam ini menolong melegitimasi
institusi sosial dan memasukkan model-model integrasi yang positif maupun
negatif ke dalam institusi-institusi yang ada. Narasi tersusun dari beragam jenis
pemyataan dan tidak mempedulikan dirinya berada salah satu beraneka macam
permainan bahasa (performatif, preskriptif, evaluatif, denotatif, interogatif,
dsb). Seorang pencerita mengklaim kompetensinya untuk mengisahkan atas dasar
kenyataan bahwa dia sudah mendengar kisah itu sebelumnya. Dengan demikian orang
yang sekarang memperhatikan ceritanya (addressee) pun mempunyai akses ke
otoritas yang sarna guna menceritakannya (sender) untuk orang lain. Oleh karena
tersebut narasi tidak mempermasalahkan legitimasi. Kisah-kisah tersebut mendapatkan
legitimasinya dengan menjalankan kegunaannya begitu saja dalam masyarakat.
Yang terjadi dalam abad modern ialah bahwa sains berkeinginan melegitimasi
kebenaran penyataan-penyataannya tetapi tidak mempunyai sumber-sumber
legitimasi pada dirinya sendiri sampai-sampai mereka malah meminta pertolongan narasi
guna melegitimasi dirinya. Digunakannya permainan narasi dalam legitimasi
pengetahuan sebenamya sudah dibuka sejak jaman Plato. Plato, contohnya saja,
melegitimasi pengetahuan yang sempurna (episteme) dengan narasi mengenai Gua.
Kemudian Aristoteles menggali legitimasi sains dalam wacana tentang Ada
(Metafisika). Saran Aristoteles yang lebih "modem" ialah bahwa
pengetahuan yang ilmiah, tergolong pretensinya guna mengungkapkan
"ada" dari referent, terdiri dari argumentasi dan bukti-suatu
dialektika
Mengenai Bahasa
Analisis Lyotard tentang permainan bahasa berasal dari
Wittgenstein, pendekatan permainan bahasa dalam motivasi Wittgenstein bakal menyatakan
keberadaan suatu jenis praktik bahasa dan ketiadaan metabahasa yang berlebihan.
Pada permainan bahasa Wittgenstein, ada apa yang disebut peraturan, yaitu ekspresi
pemakaian yang tidak jarang kali ada “di sana”. Seperti yang ditetapkan Wittgenstein,
‘terdapat teknik untuk menciduk suatu ketentuan yang bukan adalahsebuah
penafsiran, tetapi diperlihatkan dalam apa yang dinamakan “mematuhi aturan” dan
“menentangnya” dalam kasus-kasus aktual’.[6] Oleh karena tersebut menurut
keterangan dari Wittgenstein tidak terdapat gunanya menggali persamaan dalam
seluruh permainan. Tidak terdapat gunanya dan tidak mungkin pun untuk
mengindikasikan suatu permainan bahasa sebagai model atau ideal untuk semua
permainan lain.
Ada tiga ciri khas dalam masing-masing permainan bahasa. Pertama,
masing-masing aturan dalam permainan tersebut tidak menemukan legitimasi dari
dirinya sendiri tetapi adalahhasil kontrak salah satu pemainnya (eksplisit
maupun tidak).[7] Kedua, andai tidak terdapat aturan maka tidak terdapat permainan;
sebuah modifikasi kecil sekali juga terhadap sebuah ketentuan akan mengolah permainan
itu. Ketiga, setiap pengakuan harus dirasakan sebagai sebuah “move” dalam
permainan. Karakteristik ketiga ini digunakan Lyotard sebagai prinsip kesatu
yang mendasari borongan metodenya: menerbitkan suatu pengakuan (move) ialah bertarung
– dalam konteks sebuah permainan – dan tindakan menerbitkan pernyataan semacam
tersebut berada dalam domain “general agonistic” (pertarungan
pernyataan/argumentasi). Prinsip “pertarungan pernyataan” ini membawa Lyotard
pada prinsip kedua, yaitu bahwa ikatan sosial dari “move-move” bahasa (language
“moves”).
Untuk bisa memahami situasi pengetahuan dalam masyarakat yang
paling maju ini, Lyotard merasa perlu menyaksikan model macam apakah yang bisa diterapkan
terhadap masyarakat laksana itu. Model masyarakat sebagai satu borongan organik
(Durkheim) satu sistem fungsional (Parsons) dan sebuah kesatuan yang tersusun
dari dua kekuatan yang saling berlawanan (Marx) menurut keterangan dari Lyotard
telah tidak mencukupi lagi. Teori yang memandang masyarakat sebagai sebuah totalitas
fungsional memandang seakan-akan masyarakat ialah sebuah mesin besar yang
bekerja menurut prinsip efisiensi. Kerinduan untuk membina masyarakat
teknokratis semacam tersebut merupakan dampak dari proyek modernitas yang
hendak mencari kesatuan dan mentotalisasi kebenaran.
Cara memandang format ikatan sosial atau model masyarakat ini
mempengaruhi teknik melihat kedudukan pengetahuan dalam masyarakat yang
bersangkutan. Ketika masyarakat dimengerti sebagai suatu mesin raksasa yang
bekerja menurut prinsip efisiensi demi performativitasnya (fungsionalisme),
pengetahuan disaksikan sebagai sebuah elemen tak terpisahkan dari masyarakat
yang berperan fungsional. Ilmu positif menemukan penghargaan di sini karena ilmu
jenis ini sehubungan langsung dengan teknologi yang menilai kekuatan buatan sebuah
sistem. Sementara tersebut ketika masyarakat disaksikan sebagai dialektika dua
kekuatan yang beroposisi, ilmu menempati faedah kritis. Dalam urusan ini yang
mendapat tempat ialah jenis ilmu yang kritis, reflektif atau hermeneutika.
Namun demikian, teknik memandang masyarakat laksana di atas menurut
keterangan dari Lyotard telah tidak bisa diterima lagi. Masyarakat sekarang
ialah masyarakat post-industrial atau masyarakat konsumen. Fungsi negara sudah berubah.
Kelas yang berkuasa memang tetap ruang belajar pengambil keputusan (decision
makers). Namun kini ini pengambil keputusan bukan hanya terdiri dari semua politisi
laksana dalam pemahaman tradisional. Pengambil keputusan terdiri dari semua pemimpin
perusahaan, administrator tingkat tinggi, pemimpin-pemimpin organisasi kaum
propfesional, buruh, politik, dan keagamaan. Mereka berikut yang mempunyai akses
informasi. Seorang pribadi dalam masyarakat maju sedang di dalam sebuah jaringan
relasional yang kian kompleks dan terus bergerak (mobile). Setiap orang
menduduki suatu titik dalam suatu sirkuit informasi atau berdiri dalam suatu pos
di mana sekian banyak macam pesan
selesai lalang.
Proses kemudian lalang itu dilangsungkan dalam masyarakat yang –
dalam istilahnya Lyotard – dicirikan oleh “pertarungan antar pernyataan”
(agnotistic). Sebuah pengakuan (move) tidak jarang kali mempunyai efek pada
masing-masing pemain dalam permainan bahasa ini baik dalam posisi addressee,
referent, maupun sender. Setiap orang menurut keterangan dari Lyotard memang
sudah tidak jarang kali berada di tengah-tengah jaringan relasional semacam
ini; baginya model yang tepat guna menggambarkan format ikatan sosial
masyarakat kontemporer ialah model permainan bahasa ini.
Dalam situasi laksana ini sikap yang reaksional (sekedar merespon
sebuah move) bukanlah sebuah move yang baik – tak ada ekuilibrium kekuasaan.
Yang baik ialah pemain selalu berjuang membuat sebuah move yang tak
terduga-duga. Pertarungan pengakuan semacam ini bukannya tanpa peraturan,
tetapi peraturan yang terdapat seharusnya memungkinkan pernyataan-pernyataan
tersebut mengalir bebas. Sebuah institusi, tergolong pengetahuan tak dapat memberi
batasan mati terhadap move-move yang ada, karena pembatasan tersebut sendiri
melulu sebuah move dalam permainan.
Mengenai Paralogi
Lyotard menegaskan bahwa anda tidak dapat merujuk ke narasi besar
mengenai dialektika Roh atau emansipasi insan untuk menemukan legitimasi atas
wacana ilmiah postmodern. Juga prinsip konsensus lewat dikursus (Diskurs)
segaimana diusulkan oleh Habermas tidak memadai untuk melegitimasi sains sebab usulan
Habermas tersebut masih merujuk pada narasi emansipasi umat manusia; sclain
tersebut konsensus sebenamya adalahkomponen dari sebuah sistem, yakni komponen
guna memanipulasi sistem supaya sistem dapat menjaga atau menambah performance
atau kinerjanya. Konsensus semacam ini memunculkan kekerasan terhadap
heterogenitas permainan bahasa (teror)
Sains dalam era postmodern in menemukan legitimasi dengan paralogi.
Paralogi ialah pengakuan bakal pluralitas logika. Yang kini harus
ditekankan bukan konsensus (homology) tetapi disensus (paralogy). Konsensus
ialah suatu horison yang tak pernah bakal dicapai. Oleh karena tersebut bcrbagai
macam "move" yang sifatnya lokal dan beraneka aneka harus dihargai.
Teori sistem yang menghamba pada perfomativitas sistem sosial untuk Lyotard
ingin membungkam sekian banyak "move"
baru yang diciptakan oleh semua ilmuwan dan yang berpotensi mengolah aturan
main, karena sebuah sistem memerlukan stabilitas demi kinerjanya. Padahal pragmatik
penelitian ilmiah dalam proses argumentasinya kini ini menekankan penemuan
move-move yang baru dan bahkan aturan main yang bam. Upaya guna memperkuat
bukti-bukti sebuah penemuan dilaksanakan dengan penelusuran contoh-contoh yang
berkebalikan (counterexamples), atau dengan kata lain menggali the
unintelligible. Mendukung sebuah argumen berarti menggali yang
"paradoks" dan melegitimasinya dengan aturan-aturan baru dalam the
games ofreasoning.
Paralogi ialah menciptakan move-move bam yang
dimainkan dalam pragmatik pengetahuan. Dalam urusan ini sains menjadi model
suatu "sistem terbuka", di mana suatu penyataan menjadi relevan andai
pcruyataan terscbut "melahirkan ide-ide"; dengan kata lain jika
pernyataan tersebut mclahirkan pcrnyataan-pernyataan yang beda dan
aturan-aturan main yang beda lagi. Oleh karcna tersebut sains mcnurul Lyotard
tidak mempunyai suatu meta-bahasa umum yang dapat digunakan untuk mencrjcmahkan
atau mengevaluasi jenis-jenis bahasa yang lain. Sains hanyalah di antara
perrnainan bahasa salah satu permainan bahasa yang lain. Pengakuan keberagaman
permainan bahasa ini pada kesudahannya menurut keterangan dari Lyotard ialah
langkah kesatu guna mewujudkan keadilan dalam masyarakat.
NB:
Makalah ini tidak lengkap, silahkan download untuk versi lengkapnya. Jika
file minta pasword, masukkan pasword ini tanpa tanda petik “sabdakhairuss”
Dapatkan Makalah lengkap dalam bentuk Ms. Word,
lengkap dengan footnote dan format, silahkan KLIK DI SINI.
Cara
download makalah:
- Setelah klik download akan muncul layar dengan
ada hitungan waktu
- Tunggu
hitungan tersebut sampai selesai dan muncul Visit Link
-
Kemudian klik menu Visit Link
-
Kemudian silahkan dinikmati makalah anda
1 comment for "Jean Francois Lyotard: Krisis Legitimasi"