PEMIKIRAN RENE DESCARTES TENTANG COGITO ERGO SUM
Rene` Descrates (nama latinnya: renatus cartesisus, 1596-1650) dijuluki bapak filsafat modern. Filsafatnya berawal dari satu pertanyaan: apakah ada metode yang pasti sebagai dasar untuk melakukan refleksi filosofis?.
Untuk menjawab pertanyaan ini,dia melakukan apa yang kemudian dinamakan sebagai sikap keragu-raguan radikal. Ia menganggap bahwa segala sesuatu yang ada hanyalah tipuan, dan tidak ingin menerima apapun sebagai sesuatu yang benar, jika kita tidak memahaminya secara jelas dan terpisah.
Namun, jika segala sesuatu diragukan keberadaannya, ada satu hal yang sama sekali tidak bisa diragukan lagi sehingga harus diterima secara mutlak, yakni kenyataan bahwa Aku yang sedang meragukan segala sesuatu ini ada! Dengan demikian, menurut Descartes, pemikiran atau kesadaran tidak bisa dipisahkan dari diri seseorang. Hakikat manusia adalah pemikiran (ras cogitans), dengan kata lain ia mengatakan “Aku Berfikir Maka Aku Ada”[1].
Berkat kesadaran diri yang diperoleh dari refleksi atas keraguan radikal, Descartes ingin mempelajari lebih lanjut hal-hal yang dapat ditangkapnya dengan kepastian intuitif yang sama (yaitu dengan jelas dan terpisah). Yang kemudian di interpretasikan dalam 2 langkah;
Langkah pertama,arah “ke dalam”. Menurutnya, segala sesuatu dari luar tidak bisa dipercaya, jadi manusia perlu mencari kebenaran dalam dirinya sendiri,dengan menggunakan criteria jelas dan terpisah. Hasilnya adalah bahwa dalam diri manusia ada 3 hal yang disebut “ide-ide bawaan” (ideae innatae) antara lain;
Ø Ide pemikiran (cogitatio)
Ø Ide Allah (dues)
Ø Ide keluasaan (extentio)
Langkah kedua, arah “ke luar”. Dari adanya kesadaran diri (cogito), Descartes berusaha memahami realitas alam dunia. Menurutnya, selain (1) Allah, masih ada 2 substansi lain, yakni (2) jiwa (pemikiran) dan (3)materi atau keluasan. Proses pengetahuan diawali dari “Aku” melalui Allah menuju dunia. Dari sisi objek materialnya (dunia), Allah adalah yang pertama, segala sesuatu berdasar kepada-Nya. Namun, dari sudut proses pengetahuan, kesadaran manusia lah yang pertama.
Adapun tentang 2 substansi ditetapkan dalam ajarannya tentang manusia. Antara keduanya ini masing-masing berdiri sendiri dan tidak bergantung. Jiwa-pemikiran tidak memiliki keluasan spasial, sedangkan tubuh-keluasan tidak memiliki kemampuan berfikir.
[1] Simon Petrusl, Tjahjadi, Petualangan Intlektual, (Yogyakarta; Kanisius, 2004), h. 206-207
Untuk menjawab pertanyaan ini,dia melakukan apa yang kemudian dinamakan sebagai sikap keragu-raguan radikal. Ia menganggap bahwa segala sesuatu yang ada hanyalah tipuan, dan tidak ingin menerima apapun sebagai sesuatu yang benar, jika kita tidak memahaminya secara jelas dan terpisah.
Namun, jika segala sesuatu diragukan keberadaannya, ada satu hal yang sama sekali tidak bisa diragukan lagi sehingga harus diterima secara mutlak, yakni kenyataan bahwa Aku yang sedang meragukan segala sesuatu ini ada! Dengan demikian, menurut Descartes, pemikiran atau kesadaran tidak bisa dipisahkan dari diri seseorang. Hakikat manusia adalah pemikiran (ras cogitans), dengan kata lain ia mengatakan “Aku Berfikir Maka Aku Ada”[1].
Berkat kesadaran diri yang diperoleh dari refleksi atas keraguan radikal, Descartes ingin mempelajari lebih lanjut hal-hal yang dapat ditangkapnya dengan kepastian intuitif yang sama (yaitu dengan jelas dan terpisah). Yang kemudian di interpretasikan dalam 2 langkah;
Langkah pertama,arah “ke dalam”. Menurutnya, segala sesuatu dari luar tidak bisa dipercaya, jadi manusia perlu mencari kebenaran dalam dirinya sendiri,dengan menggunakan criteria jelas dan terpisah. Hasilnya adalah bahwa dalam diri manusia ada 3 hal yang disebut “ide-ide bawaan” (ideae innatae) antara lain;
Ø Ide pemikiran (cogitatio)
Ø Ide Allah (dues)
Ø Ide keluasaan (extentio)
Langkah kedua, arah “ke luar”. Dari adanya kesadaran diri (cogito), Descartes berusaha memahami realitas alam dunia. Menurutnya, selain (1) Allah, masih ada 2 substansi lain, yakni (2) jiwa (pemikiran) dan (3)materi atau keluasan. Proses pengetahuan diawali dari “Aku” melalui Allah menuju dunia. Dari sisi objek materialnya (dunia), Allah adalah yang pertama, segala sesuatu berdasar kepada-Nya. Namun, dari sudut proses pengetahuan, kesadaran manusia lah yang pertama.
Adapun tentang 2 substansi ditetapkan dalam ajarannya tentang manusia. Antara keduanya ini masing-masing berdiri sendiri dan tidak bergantung. Jiwa-pemikiran tidak memiliki keluasan spasial, sedangkan tubuh-keluasan tidak memiliki kemampuan berfikir.
[1] Simon Petrusl, Tjahjadi, Petualangan Intlektual, (Yogyakarta; Kanisius, 2004), h. 206-207
Post a Comment for "PEMIKIRAN RENE DESCARTES TENTANG COGITO ERGO SUM"