Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Perbuatan Bodhisattwa Serial Buku The Way to Freedom Karya Dalai Lama

(Belajar Falsafah Buddhisme Berdasarkan Buku the Way to Freedom Karya Dalai Lama--Bagian X; Bagian Terakhir)
Bagian kesepuluh buku the Way to Freedom adalah bagian terakhir. Pada bagian terakhir itu, Dalai Lama berbicara tentang perbuatan-perbuatan Bodhisattwa. Dalam hal ini, bagian ini melengkapi ulasan-ulasannya pada bagian kesembilan yang khusus bicara tentang cita-cita Bodhisattwa. Perpaduan antara cita-cita dan perbuatan Bodhisattwa merupakan prasyarat bukan saja untuk sampai pencerahan, tapi juga membantu semua makhluk untuk sampai juga pada pencerahan.
Menurut Dalai Lama, perbuatan-perbuatan Bodhisattwa adalah jalan-jalan spiritual yang utama dan menyeluruh untuk mencapai pencerahan berupa 'cara-cara yang piawai' (punya) dan kebijaksanaan (prajna). Perbuatan-perbuatan atau jalan-jalan spiritual Bodhisattwa itu terdiri dari enam hal, yang disebut sebagai enam paramita: kemarahan hati (dana paramita), moralitas (sila paramita), kesabaran (ksanti paramita), usaha yang kuat (virya paramita), konsentrasi (dhyana paramita) dan pengetahuan mendalam tentang ketiadaan hakiki kenyataan (prajna paramita).
Dana Paramita adalah sikap rela memberi, tanpa merasa kehilangan atau merasa rugi. Apa yang diberikan? Kita rela memberikan kepemilikan, tubuh, kebajikan-kebajikan dan lain sebagainya. Sebagaimana dijelaskan oleh Dalai Lama, dana paramita berarti kita mendedikasikan apa yang kita miliki, termasuk jejak-jejak karma positif yang kita miliki (punya sambhara), untuk kepentingan makhluk-makhluk lain. Di sini, tujuan dari dana paramita bukanlah hilangnya kemiskinan orang lain, tapi pengembangan sikap murah hati dalam diri kita.
Kemudian, sila paramita adalah keadaan batin atau kesadaran (citta) yang bebas dari keadaan yang menyebabkan makhluk-makhluk lain mengalami kesusahan. Sebagaimana dijelaskan oleh Dalai Lama, sila paramita adalah upaya untuk menghindari sepuluh perbuatan negatif (dasa akusala karma): membunuh, mencuri, perilaku seks yang keliru, berbohong, kata-kata yang memecah-belah, kata-kata kasar, gosip yang tidak berguna, iri hati, dengki, dan keliru-tahu.Tujuan dari sila paramita ini adalah agar kita terbebas dari kemelekatan (lobha), bebas dari kebencian (dosa), dan bebas dari pandangan keliru (moha).
Selanjutnya, ksanti paramita adalah keadaan pikiran, batin atau kesadaran (citta) yang tidak bereaksi secara negatif dalam menghadapi berbagai kesusahan yang ditimbulkan oleh makhluk-makhluk lain. Kita biasa menyebut hal ini dengan istilah kesabaran atau sikap sabar. Menurut Dalai Lama, ksanti paramita ini terdiri dari tiga jenis. Pertama adalah tidak marah dengan kesulitan-kesulitan yang dimunculkan oleh pihak lain. Kedua adalah secara suka rela mengambil penderitaan untuk diri sendiri. Dan ketiga adalah kemampuan untuk menjalani penderitaan dalam rangka latihan Dharma.
Ketika mengulas tentang ksanti paramita atau kesabaran, Dalai Lama sebetulnya sedang menyampaikan apa yang sekarang disebut sebagai manajemen kemarahan (anger management). Sebagaimana dijelaskan oleh Dalai Lama, dengan latihan kesabaran, kita melindungi diri kita dari kemarahan. Mengapa kita perlu menghindari kemarahan? Sebab, kata Dalai Lama, kemarahan sekejap dapat menghancurkan kumpulan jejak perbuatan baik yang telah dikumpulkan dalam waktu yang lama.
Selain itu, kata Dalai Lama, kemarahan menyebabkan hilangnya ketenangan batin atau kesadaran (citta) kita. Dampak lanjutannya adalah munculnya atmosfir negatif di sekitar kita. Akibatnya, orang-orang di sekitar kita menjadi merasa tidak bahagia. Dalam keadaan seperti ini, kita akan seperti berada dalam siksaan emosional yang terus-menerus terjadi. Dengan kata lain, kemarahan yang kita munculkan akan menimbulkan keburukan dalam pikiran kita, lingkungan kita dan orang lain di sekitar kita.
Menurut Dalai Lama, ketika seseorang menyakiti kita, kita perlu bersabar, menghindari kemarahan, dan tidak membalas dengan menyakitinya kembali. Menurutnya, ketika itu terjadi, kita perlu mengerti bahwa orang itu sebetulnya sedang tidak memiliki kendali atas emosinya. Ia tidak melakukan perbuatan yang menyakiti kita atas dasar kehendaknya, melainkan karena ia berada di bawah pengaruh emosi-emosi negatif (klesha-klesha). Dalam keadaan seperti ini, kata Dalai Lama, kita sebaiknya memaafkannya dan mengembangkan sikap welas-asih (karuna).
Selanjutnya, virya paramita adalah keadaan batin atau kesadaran (citta) yang senang melakukan kebajikan-kebajikan. Menurut Dalai Lama, untuk sampai pada virya paramita ini, kita harus berupaya untuk mengatasi tiga jenis kemalasan. Pertama adalah kemalasan karena keinginan menunda apa yang seharusnya dilakukan. Kedua adalah kemalasan karena perasaan tidak mampu melakukan sesui. Dan ketiga adalah kemalasan karena keterikatan pada karma-karma negatif.
Kemudian, dhyana paramita adalah keadaan batin atau kesadaran (citta) yang terpusat pada sebuah obyek yang baik. Menurut Dalai Lama, karena dalam waktu yang sangat lama citta kita berada dalam pengaruh klesha (kotoran-kotoran batin), citta kita menjadi tumpul dan tidak terkendali. Padahal, ketajaman citta sangat diperlukan untuk bisa mengerti realitas penderitaan dan sebab-sebabnya. Dalam hal ini, latihan konsentrasi adalah suatu upaya agar citta kita bisa terkendali. Dengan latihan konsentrasi itu, kita dorong agar citta kita bisa berfokus pada hal-hal yang baik.
Dalam praktiknya, dhyana paramita ini dilatih dengan latihan meditasi atau kontemplasi. Sebagaimana dijelaskan oleh Dalai Lama, sepanjang latihan meditasi, kita sejatinya dapat menerapkan perhatian penuh (smrti) dan kewaspadaan (samprajanya) untuk melihat apakah batin kita terganggu oleh hal-hal lain atau tidak. Di sini, dalam latihan meditasi, kita perlu memastikan agar batin kita dalam keadaan penuh perhatian dan tidak terganggu oleh batin yang tenggelam (laya) atau sebaliknya oleh batin yang bergejolak (auddhatya).
Menurut Dalai Lama, kita perlu menyadari beberapa hal terkait latihan meditasi. Pertama-tama, meditasi mencakup upaya untuk membuat batin kita tenang dan upaya untuk membuat batin kita mampu menganalisis secara tajam. Dengan meditasi, batin kita dilatih untuk bisa menganalisis realitas penderitaan yang kita alami, serta keberadaan klesha-klesha (kotoran-kotoran batin) sebagai penyebab penderitaan. Selanjutnya, jika batin kita sudah dapat menganalisis dengan baik hal-hal itu, latihan meditasi bisa dikembangkan ke arah lainnya seperti meditasi keheningan batin (samatha) atau meditasi pandangan yang benar (vipasyana).
Terakhir, prajna paramita adalah kemampuan batin (citta) untuk menganalisa segala fenomena. Karenanya, prajna diterjemahkan dengan istilah kebijaksanaan. Menurut Dalai Lama, kebijaksanaan adalah fondasi bagi segala kualitas yang baik. Tanpa bimbingan kebijaksanaan (prajna), semua paramita lainnya tidak akan membawa kita pada tujuan yang diinginkan. Tanpa kebijaksanaan, kita tidak akan pernah bisa terbebas sepenuhnya dari cengkeraman klesha. Artinya, tanpa kebijaksanaan, kita tidak akan betul-betul mencapai pencerahan.
Dari penjelasan Dalai Lama tentang posisi penting prajna paramita, kita bisa menyimpulkan bahwa untuk sampai kepada pencerahan, kita tidak cukup menjadi orang yang taat menjalankan perbuatan baik dan tidak cukup menjadi orang yang sabar menghadapi berbagai hal-hal yang tidak menyenangkan. Selain itu, untuk sampai pada pencerahan, kita juga tidak cukup hanya dengan menjadi orang yang pandai dalam berkonsentrasi melalui meditasi. Untuk sampai pada pencerahan, kita perlu menajamkan kekuatan analisis dari citta kita, agar kita bisa memahami segala fenomena dengan tepat; memahami kenyataan sebagaimana adanya.
Alam Asri, 30 Maret 2019
Iqbal Hasanuddin

Hairus Saleh
Hairus Saleh Akademisi jadi blogger. Blogger menjadi tempat untuk tuangkan berbagai gagasan dan pemikiran.

Post a Comment for "Perbuatan Bodhisattwa Serial Buku The Way to Freedom Karya Dalai Lama"

close