Hambatan dalam Komunikasi
Hambatan dalam Komunikasi merupakan hal penting yang harus kita ketahui agar kita terhindar dari segala hambatan ketika berkomunikasi.
Hambatan Semantik dalam Komunikasi
Pendahuluan
Setiap manusia pasti berkomunikasi baik dengan
diri sendiri, orang lain dll. Di dalam komunikasi, terdapat tujuan dari
komunikator yang pesannya tertuang dalam komunikasi. Pesan itu ditangkap oleh
komunikan, maka terjadi komunikasi yang efektif.
Tetapi dalam berkomunikasi tidak selamanya
lancar. Dalam artian, pesan yang disampaikan oleh komunikan terkadang tidak
ditangkap oleh komunikan. Itu bisa saja terjadi karena gangguan alat penghantar
komunikasi yang tidak sempurna, atau daya tangkap komunikan yang tidak efektif
dsb, bisa saja karena adanya ketidak pahaman terhadap penggunaan bahasa yang
tidak sepadan dengan komunikan.
Hambatan yang terakhir ini yang disebut dengan
hambatan semantik. Dan penulis akan membahas hambata semantik ini dengan menyeluruh
jelas dan diharapkan dapat memberikan manfaat bagi yang membacanya.
Pembahasan
Dalam kamus besar bahasa indonesia, hambatan
diartikan sebagai rintangan atau halangan. Hambatan komunikasi ialah rintangan
yang menghalangi terjadi komunikasi secara efektif.
Sedangkan semantik merupakan bidang linguistik
yang memperlajari makna kata dan kata-kata itu hanya berdasarkan makna kata
secara denotatif. Artinya, bagaimana memaknakan kata-kata berdasarkan arti yang
tertera dalam kamus. Termasuk di dalamnya kata-kata yang mempunyai arti yang
sama atau sejenis, juga kata yang sama lafal dan ejaannya, tetap berbeda
maknanya karena berasal dari sumber yang berlainan.[1]
Sedangkan hambatan semantik dalam komunikasi adalah hambatan
mengenai bahasa, baik bahasa yang digunakan oleh komunikator, maupun komunikan.
Atau dalam gaya bahasa yang berbeda hambatan Semantik (Semantic Noise), yaitu
gangguan yang terjadi berkaitan dengan bahasa/lambang-lambang yang memiliki
makna ganda (kata-kata bersayap). Hambatan ini terjadi karena simblo-simblo
bahasa yang digunakan pengirim pesan tidak diseleksi dengan bai dan berikutnya
pesan diinterpretasikan secara keliru oleh penerima pesan.[2]
Selain itu, hambatan semantik ini terjadi
karena menggunakan suatu arti lain dari suatu kata tertentu sehingga memasukkan
atau memperkenalkan suatu pikiran baru. Semua orang menggunakan lebih dari satu
asosiasi untuk beberapa kata yang digunakan.
Contohnya dari kata-kata biasa dengan arti
ganda ialah jarang, kaki, ruku, garing dan sebagainya. Masing-masing kata ini
memunyai asosiasi yang kuat (asosiasi pertama atau asosiasi yang sangat umum)
dan sekurang-kurangnya satu asosiasi yang lemah (asosiasi kedua atau ketiga
yang sangat umum).
Dalam menjelaskan hambatan bahasa, orang-orang
yang menderita skizofrenia selalu cenderung menggunakan asosiasi yang kuat
untuk suatu kata tanpa memperhatikan asosiasi itu tepa atau tidak. Misalnya,
pesawai itu terbang pada ketinggian 20.000 kaki. Kaki mengandung beberapa arti
dan asosiasi yang kuat untuk kata kaki ialah anggota badan yang menopang tubuh
dan dipakai untuk berjalan, sedangkan arti
lain dari kata kaki dengan asosiasi yang lemah antara lain ialan inci
yang ukurannya kurang lebih 0,304 meter.
Dengan memperhatikan secara cermat konteks di
mana kata kaki itu digunakan, maka kelihatannya dalam kalimat di atas kata kaki
itu menunjukkan asosiasi yang lemah, dan dengan demikian, asosiasi yang benar
ialah inci. Akan tetapi, orang-orang yang menderita skizofrenia selalu cenderung
menggukan asosiasi yang kuat untuk kata kaki, yakni aggota badan yang menopang
tubuh dan dipakai untuk berjalan.
Kalau diamati dengan detil, terjadinya
hambatan komunikasi itu karena:
1. Salah pengucapan kata.
Salah pengucapan kata ini kadang tidak
disadari oleh komunikan. Apa yang dipikirkan komunikan untuk disampaikan pada
penerima pesan tidak sama dengan simbol yang dikeluarkan, sehingga komunikan
pun mengartikan atau memahaminya berdasarkan simbol yang keluar tadi. Itu
berarti apa yang ditangkap komunikan tersebut tidak sesuai dengan apa yang
dimaksud komunikator, dengan kata lain komunikan tidak menangkap pesan yang
ingin disampaikan komunikator. contoh: partisipasi menjadi partisisapi.
Selain itu, kesalahan ini bisa juga
terjadi dikala komunikator itu tidak bisa mengucapkan kata dengan baik.
Komunikator memunyai kekurangan –misalkan lidahnya pendek- sehingga tidak bisa
menyampaikan huruf dengan sempurna. Misalkan ada seseorang yang tidak bisa
mengucapkan kata R. Setiap mengucapkan kata R yang terlafadzkan ialah huruf L.
2. Adanya perbedaan makna dan pengertian pada
kata-kata yang pengucapannya sama
Di setiap budaya (indonesia) terdapat
beranekaragam bahasa yang antara satu dengan yang lainnya memunyai perbedaan
yang sangat dignifikan. Tetapi di dalam perbedaan itu –tanpa disengaja-
terlahir kata yang sama dengan makna yang berbeda.
Misalkan kata bujang yang dalam bahasa
sunda dan sumatera memunyai perbedaan makna dengan satu kata yang sama, bujang.
Kata bujang dalam bahasa sunda berarti sudah, tetapi dalam bahasa sumatera mengandung
arti anak laki-laki.
Jika antara orang sunda berbica dengan
orang orang sumatera, kemudian secara tidak sengaja atau sengaja salah satunya
menyebut kata itu, maka akan terjadi kesalahan tanggap antara keduanya. Kata
bujang oleh orang sumatera bisa diartikan anak laki-laki, berbeda dengan apa
yang dimaksud orang sunda yaitu sudah.
3. Adanya pengertian konotatif
Pembahasan ini sebenarnya sudah di bahas
di atas. Hanya saja penulis akan memberikan contoh lagi untuk lebih memberikan
pemahaman yang lebih mendalam.
Contoh yang disajikan ialah secara
denotative, semua setuju bahwa anjing adalah binatang berbulu, berkaki empat.
Sedangkan secara konotatif, banyak orang menganggap anjing sebagai binatang
piaraan yang setia, bersahabat dan panjang ingatan.
Jadi
apabila ini disampaikan secara denotatif sedangkan komunikan menangkap secara
konotatif maka komunikasi kita gagal.
4. Penggunaan
istilah atau kata yang tidak sesuai dengan pengetahuan komunikan
Menurut al Ghazali, manusia dibagi menjadi tiga
bagian yaitu golongan awam, golongan terpelajar, dan golongan penengkar.[3] Di antara ketiganya menggunakan istilah yang
berbeda dalam berkomunikasi. Perbedaan itu sesuai dengan karakter dan keilmuan
masing-masing.
Orang awam biasanya menggunakan istilah yang
sederhana dan lebih senang mendengarkan istilah keseharian yang mudah dicerna
dan dipahami. Sedangkan golongan berilmu lebih bertendensi menggunakan istilah
ilmiah yang tidak semua orang memahaminya.
Nah, jika golongan berilmu ini berkomunikasi
dengan golongan awam dengan menggunakan istilah ilmiah, golongan orang awam
akan mengalami kendala untuk memahami bahasa yang digunakan tadi.
Ketika terjadi kesulitan menangkap maksud yang
disampaikan komunikator, secara otomatis komunikasi antar keduanya mengalami
hambatan yang akan menimbulkan ketidak efektivan komunikasi.
Semua hambatan ini harus dipelajari dengan
seksama dan harus menjadi pertimbangan tersendiri agar tidak terjadi hal-hal
yang menghambat lancarnya komunikasi.
NB: Pasword file Ms. Word “sabdakhairuss” tanpa tanda petik
Dapatkan Makalah lengkap dalam bentuk Ms. Word,
tulisan tidak acak-acak serta lengkap dengan footnote dan format penulisan yang standart, silahkan KLIK DI SINI.
Cara
download makalah:
- Setelah klik download akan muncul layar dengan
ada hitungan waktu
- Tunggu
hitungan tersebut sampai selesai dan muncul Visit Link
-
Kemudian klik menu Visit Link
- Kemudian silahkan
dinikmati makalah anda
Daftar Pustaka
Dr. Alo Liliwari, M. S., Makna Budaya dalam
Komunikasi antar Budaya, Yogyakarta: LkiS, cet. ii, 2007
M.M. Nilam Widyarini, M.Si., Membangun
Hubungan antar Manusia, Jakarta: Elex
Media Komputindo, 2009
Rani Anggraeni Dewi, Menjadi
Manusia Holistik, Jakarta: PT Mizan Publika, cet.i, 2007
[1] Dr. Alo
Liliwari, M. S., Makna Budaya dalam Komunikasi antar Budaya,
(Yogyakarta: LkiS, cet. ii, 2007), h. 144
[2] Dra.
M.M. Nilam Widyarini, M.Si., Membangun Hubungan antar Manusia,
(Jakarta: Elex Media Komputindo, 2009), h. 108
[3] Rani Anggraeni Dewi, Menjadi Manusia Holistik, (Jakarta: PT
Mizan Publika, cet.i, 2007), 134
Post a Comment for "Hambatan dalam Komunikasi"