Al-Farabi: Sang Guru Kedua
Oleh Hairus Saleh
Mahasiswa UIN Syarifhidayatullah
Nama al-Farabi sudah tidak asing lagi bagi akademisi dunia, baik barat
maupun timur. Bahkan namanya selalu disebut-sebut sebagai guru kedua setelah Aristoteles.
Dapat dibayangkan bahwa pengetahuannya mengenai aristoteles begitu hebatnya,
terutama di bidang metafisika. Ibn Sina mengaku bahwa al-Farabilah yang
membantunya memahami ajaran metafisikan Aristoteles.
Nama lengkap filosof kelahiran desa Wasij di Farab (Transoxania pada 870 M
ialah Muhammad ibn Muhammad ibn Tarkhan al-Farabi.[1]
Tetapi kalangan pemikir latin mengenalnya sebagai Abu Nashr atau Abunaser.[2]
Maka dari itu Harun Nasution memanggilnya dengan nama Abu Nashr Muhammad al-Farabi.
Sebagaimana kebanyakan ilmuan Timur Tengah, bahwa nama kelaharannya atau
sukunya juga dicantumkan sebagai nama akhir dan lebih dikenal dengan panggilan
nama tersebut, seperti al-Kindi, Kwarizmi dan al-Farabi.
Ia berasal dari keluarga letnan persia yang berasal dari turki dan
al-farabi sendiri pernah menjadi hakim. Tetapi kemudia ia pindah ke baghdad
pada saat gairah keilmuannya mengenai ilmu rasional meningkat drastis, karena
tidak menemukan kepuasan dengan ilmu pengetahuan yang ada di negerinya. Baghdad
pada waktu itu merupakan pusat ilmu pengetahuan.
Di sana ia belajar logika pada Abu Bisr Matta ibn Yunus, seorang penerjemah
dan ahli logika, dan Yuhanna b. Haylan, seorang ilmuan Kristen yang ahli
logika. Kemudia ia memperdalam ilmu logikanya pada al-Kindi.[3]
Setelah menghabiskan waktu belajarnya selama 20 tahun, ia pindah ke Aleppo yang
merupakan pusat ilmu pengetahuan dan filsafat. Aleppo juga merupaka tempat
akhir hidupnya yang bertepatan pada 950 M pada usia 80 tahun.[4]
Sebelum Aleppo, konon ia pernah jalan-jalan mengelilingi Timur Tengah seperti
Mesir.[5]
Menurutnya filsafat dan agama tidak bertentangan malahan sama-sama membawa
kepada kebenaran.
[1]
Harun Nasution, Mistisisme dalam
Islam (Jakarta: Bulan Bintang, cet. xii, 2010), h. 16
[2]
Mulyadi Kartanegara, Mozaik
Khazanah Islam: Bunga Rampai dari Chicago (Jakarta: Paramadina, 2000), h.
33
[3]
Ibid
[4]
Harun Nasution, h. 16
[5]
Mulyadi Kartanegara,, h. 33
Post a Comment for "Al-Farabi: Sang Guru Kedua"