Filsafat Tidak Menentang Agama
Oleh Hairus Saleh
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Falsafah yang dinilai masyarakat sebagai biang keladi problematika agama, terbukti tidak ada pertentangan, bahkan terdapat hubungan yang tak dapat dipisahkan antara keduanya.
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Falsafah yang dinilai masyarakat sebagai biang keladi problematika agama, terbukti tidak ada pertentangan, bahkan terdapat hubungan yang tak dapat dipisahkan antara keduanya.
Kata “dinilai” adalah kata pasif dari
kata aktif “menilai”. “Menilai” berarti memberikan suatu anggapan –beranggapan-
terhadap sesuatu tertentu. Kata “beranggapan” sangat cenderung pada
subjektivitas. Karena kata “beranggapan” sangat dimungkinkan melahirkan hasil
yang subjektif, kata menilai pun juga demikian, cenderung pada subjektivitas.
Untuk menghindari subjektivitas, suatu penilaian harus dilandaskan pada ukuran-ukuran
penilaian yang telah disepakati bersama.
Dalam matematika, ukuran penilaian tersebut ialah rumus. Rumus itu sendiri
disebut juga suatu hukum matematika. Seseorang yang mengerjakan soal sesuai
dengan rumus, maka dinilai benar dan berlaku sebaliknya. Dalam fisika ukuran
penilaian ialah hukum alam, misalnya hukum grafitasi, intensitas cahaya dll.
Sedangkan dalam agama dan falsafah, ukuran penilaiannya juga ada pada hukum
keduanya.
Agama juga memunyai hukum yang berbeda dengan hukum falsafah. Hukum adalah
suatu pernyataan yang diterima banyak manusia karena keabsahannya sudah diuji
sedemikian rupa sehingga bisa dijadikan landasanyang kokoh. Untuk menilai ada
tidaknya suatu pertentangan –yang nanti dianggap melahirkan problematika- dalam
dua disiplin yang berbeda, penilai harus menganalisis kedua hukum tersebut.
Kalau nanti antara kedua hukum itu terdapat suatu pertentangan yang menabrak
salah satu hukum tersebut, maka memang benar bahwa salah satu dari keduanya
dapat dinilai sebagai sumber prombematika terhadap disiplin yang satunya.
Tetapi kalau tidak ada, maka keduanya saling mendukung bahkan saling
menguatkan.
Oleh karena itu, untuk menilai filsafat berdasarkan hukum agama, diharuskan
memahami keduanya. Sehingga hasil dari penilaian tersebut memunyai ukuran yang
jelas, objektif, dapat diterima semua kalangan dan tidak menyesatkan. Tetapi
dalam kesempatan kali ini, penulis lebih fokus pada argumen falsafah sebagai disiplin
ilmu yang tidak bertentangan dengan agama.
Falsafah adalah salah satu pengetahuantentang kebenaran hakiki. Tujuan
falsafah ialah menerangkan apa yang benar dan apa yang baik. Puncak dari
kebenaran hakiki yang dimaksud ialah Allah dan kebaikan berasal dariNya,
demikian juga dengan agama.
Kajian tentang ketuhanan isebut ilmu teologi. Teologi merupakan bagian
dari falsafah dan menjadi bagian dari agama yang disebut dengan ilmu tauhid. Muslim
diwajibkan untuk belajar teologi (tauhid) sebagai dasar utama dalam beragama Islam.
Kewajiban ini tampak sekali pada kalimat syahadat yang diwajibkan untuk
dilafadzkan dan dihayati bagi mereka yang masuk Islam.
Di sini tampak terdapat suatu keselarasan yang mendasar antara agama dan falsafah. Agama, di samping wahyu, mempergunakan akal dan falsafah juga menggunakan akal. Dalam pembahasan tentang Allah, falsafah tidak beranjak sendiri tanpa agama. Falsafah tetap menjadikan agama sebagai argumen dasar dari teori tentang ketuhanan. Teori ketuhanan falsafah tidak untuk menghancurkan teori ketuhanan yang sajikan agama, tetapi justru berfungsi untuk menguatkan argumen ketuhanan agama.
Seseorang yang belajar falsafah tidak menjadikannyajauh dari Allah, tetapi akan semakin menguatkan keyakinannya akan realitasNya. Falsafah menyumbangkan argumen rasional yang akan mendukung dan memperkuat teori ketuhanan agama.
Allah bagi failasuf, tidak termasuk dalam benda yang ada dalam alam, bahkan Ia adalah pencipta yang wajib ada. Ia juga tidak tersusun dalam materi dan bentuk. Karena Allah tidak termasuk alam, maka ia tidak merupakan genus atau species.Konsep ini yang dikenal dengan teologi negatif. Dialah yang awal dan yang akhir. Dialah asal dan tempat kembali segala yang ada. Tidak ada Realitas yang sejati kecuali Allah.
Selain wajib al wujūd (Allah), terdapat mumkin al wujūd yang berupa potensi. Mumkin al wujud ini adalah kosmos. Sebagai potensi, kosmos hanya bisa diaktualkan oleh yang wajib adanya, Allah. Tetapi juga ada yang mumtani’ al wujūd yang tidak bisa dibayangkan keberadaannya.
Teori ketuhanan falsafah juga digunakan Asy’ariyah untuk menguatkan argumen teologisnya tentang Allah sebagai sebab langsung dari segala kejadian di alam. Menurutnya, alam terdiri atas atom-atom. Tetapi atom tersebut hanya bertahan satu-dua saat, lalu musnah. Untuk mempertahankan keberadaan alam ini, maka Allah harus menciptakan atom-atom sejenis setiap kali atom yang lama musnah. Toeri ini dikenal dengan teori atom. Demikian ungkap Prof. Mulyadi Kartanegara dalam buku Studi Pengantar Islam.
Falsafah adalah argumen terhebat untuk menjelaskan dengan sangat rasional tentang isi al-Qur’an yang membingungkan umat islam.Al-Qur’an sendiri telah menyebutkan tentang urgensi bepikir secara mendalam tentang wujud dan alam sekitarnya untuk mengetahui Allah. Berpikir secara mendalam berarti berfalsafah. Dengan demikian al-Qur’an memerintah muslim dan umat manusia untuk berfalsafah. Kalimat yang menunjukkan hal ini di antaranya ialah la âyâtin liulil albâb, afalâ yatadabbarûn, afalâ yandzurûn, í´tabirû, dan afalâ ya’lamûn.
Masih banyak argumen-argumen lain yang bisa kita utarakan, tetapi untuk kali ini cukuplah argumen di atas untuk menunjukan keselarasan antara agama dengan falsafah serta sumbangan falsafah terhadap agama yang begitu besar.Oleh karena itu, pemeluk agama –lebih-lebih tokoh agama- seharusnya belajar falsafah dengan baik (bukan malah mengharamkan falsafah), untuk menyempurnakan agama dan melindungi ajarannya dari serangan pemikiran lain yang rasional dan bertentangan bahkan memudarkan ajaran agamanya.
Post a Comment for "Filsafat Tidak Menentang Agama"