Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

17 Agustus: Kemerdekaan dalam Islam Menurut Yusuf al-Qardhawi

Tanggal 17 Agustus diperingati sebagai hari kemerdekaan Indonesia, sebuah momen penting yang menandai terbebasnya bangsa dari belenggu penjajahan dan penindasan. Kemerdekaan ini bukan hanya soal kebebasan dari dominasi kolonial, tetapi juga simbol dari hakikat kebebasan yang lebih mendalam, sebuah kebebasan untuk menentukan nasib sendiri, membangun peradaban yang adil, dan memperjuangkan kebenaran. Dalam konteks ini, konsep kemerdekaan dalam Islam yang diuraikan oleh Yusuf Qardhawi memberikan perspektif yang sangat relevan dan bermakna.

Makna kemerdekaan dalam Islam, seperti yang diuraikan oleh Qardhawi dalam buku "Sistem Masyarakat Islam dalam al-Quran dan Sunnah," adalah hakikat kebebasan yang sejalan dengan kebenaran dan keadilan yang diatur oleh ajaran Islam. menurutnya, kemerdekaan adalah kebebasan yang dihormati dan dilindungi dalam bingkai hukum syariat. Ini berarti bahwa kebebasan yang diberikan kepada individu tidak boleh melanggar hukum Allah, hak-hak orang lain, atau merusak moral dan etika masyarakat. Islam menghormati kebebasan individu, tetapi dengan catatan bahwa kebebasan ini harus dijalankan dengan tanggung jawab dalam kerangka moral yang ditetapkan oleh syariat. Kemerdekaan ini bukan hanya bebas dari penindasan atau penjajahan fisik, tetapi juga mencakup kebebasan dalam berbagai aspek kehidupan manusia, salah satunya mencakup kebebasan berpikir.

Kebebasan berpikir dalam Islam tidak bisa dipisahkan dari konsep kemerdekaan secara keseluruhan. Dalam konteks ini, kebebasan berpikir adalah salah satu pilar dari kemerdekaan manusia yang dijamin oleh Islam. Namun, Islam mengatur agar kebebasan berpikir ini tidak menjadi sarana untuk menyebarkan kesesatan atau merusak tatanan masyarakat. Islam mengakui hak individu untuk berpikir secara bebas, tetapi kebebasan ini harus digunakan untuk memperkuat iman dan memperdalam pemahaman tentang kebenaran. Dalam pandangan Islam, kebebasan berpikir juga diatur oleh batasan-batasan moral dan etika. Kebebasan berpikir harus dihormati, tetapi tidak boleh digunakan untuk menyebarkan ide-ide yang merusak akidah atau mengganggu kestabilan sosial. Oleh karena itu, Islam menawarkan kebebasan berpikir yang konstruktif dan positif, yang bertujuan untuk mencapai kebaikan dan keadilan dalam masyarakat. Kebebasan berpikir dalam Islam, seperti yang digambarkan dalam al-Quran pada Surah Ali Imran ayat 191:

ٱلَّذِينَ يَذْكُرُونَ ٱللَّهَ قِيَٰمًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِى خَلْقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَٰطِلًا سُبْحَٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ

Artinya: Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.

Wahbah Zuhaili dalam kitab tafsir al-Munir menjelaskan bahwa ayat ini merupakan penjelasan tentang orang-orang yang masuk dalam kelompok ulul albab yaitu orang-orang yang menggabungkan antara dzikir dan pikir. Menurutnya, Islam mendorong umatnya untuk berpikir, merenung, dan memahami tanda-tanda kebesaran Allah yang terdapat dalam ciptaan-Nya, baik di langit maupun di bumi. Orang-orang yang berpikir dengan cara ini akan menyadari bahwa segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah memiliki hikmah, manfaat, dan tujuan yang jelas, serta menunjukkan kebesaran, kekuasaan, dan rahmat Allah. Senada dengan Imam al-Qurthubi dalam tafsir Jami’ Ahkam al-Quran yang mengungkapkan bahwa dengan melakukan tafakur, seseorang dapat memperdalam keimanan dan keyakinan mereka secara benar.

Ayat tersebut menjadi landasan bagi bangsa Indonesia dalam membangun Negara yang merdeka. Dalam semangat 17 Agustus, kebebasan berpikir menjadi elemen penting dalam membentuk masyarakat yang maju, di mana setiap individu memiliki hak untuk merenung, mencari kebenaran, dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Namun, seperti halnya dalam Islam, kebebasan ini harus diimbangi dengan tanggung jawab moral dan sosial, agar kebebasan tersebut tidak disalahgunakan atau merusak tatanan masyarakat.

Hari Kemerdekaan Indonesia adalah waktu yang tepat untuk merenungkan kembali bagaimana kebebasan yang diperoleh bisa dimaknai dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, sebagaimana yang diajarkan dalam Islam. Kebebasan yang hakiki adalah kebebasan yang tidak hanya melindungi hak individu, tetapi juga mempromosikan keadilan sosial, menjaga akhlak, dan memastikan bahwa setiap tindakan kita sejalan dengan prinsip-prinsip kebenaran yang diajarkan oleh agama. Dengan demikian, 17 Agustus menjadi momen refleksi tidak hanya atas perjuangan fisik bangsa ini, tetapi juga atas perjuangan spiritual dan moral yang sejalan dengan ajaran Islam.

Pada akhirnya, kemerdekaan yang dirayakan pada 17 Agustus harus dipahami bukan hanya sebagai perayaan kebebasan dari penjajahan, tetapi juga sebagai upaya terus-menerus untuk memastikan bahwa kebebasan ini dipertahankan, dihormati, serta digunakan untuk mencapai kesejahteraan bersama, dalam koridor kebenaran dan keadilan yang ditetapkan oleh Allah Swt.

Shofiatul Jannah
Shofiatul Jannah Akademisi & Kader Ulama Perempuan Indonesia (KUPI)

Post a Comment for "17 Agustus: Kemerdekaan dalam Islam Menurut Yusuf al-Qardhawi "

close