Pemikiran Politik Montesquieu
Kebebasan
Dalam menjelaskan
tentang kebebasan montesquieu mempertahankan pendekatan empiris. Tidak seperti
fisuf dan pemikir lain sejamannya., Montesquieu tidak memulai perhatiannya
dengan mengajukan konsep-konsep umum yang abstrak. Menurutnya, kebebasan
berakar dalam tanah. Diartikan bahwa kebebasan lebih mudah dipertahankan
dengan dua prasyarat pokok, yaitu keadaan geografis negara dan ketentraman
yang timbul dari keamanan. Prasyarat terakhir menghendaki perundang-undangan
menetapkan batas-batas kekuasaan negara serta adanya jaminan hak-hak individu
di dalam hukum.
Berkaitan dengan
tema kebebasan ini, Montesquieu memberikan batasan yang penting bagi
terpeliharanya kebebasan itu sendiri, yaitu pembatasan dengan hukum. Hukum yang
baik adalah hukum yang melindungi berbagai kepentingan umum. Sedangkan tanda
dari suatu masyarakat yang bebas ialah semua orang dimungkinkan untuk mengikuti
kecenderungan mereka sendiri sepanjang mereka tidak melanggar hukum.
Hukum
Suatu sistem
hukum muncul menurut Montesquieu sebagai hasil kombinasi dari hakikat dan
prinsip-prinsip pemerintahan tertentu. Apa yang disebut hakikat pemerintahan
adalah isi yang membentuk pemerintahan (struktur khusus atau khas dari
pemerintahan). Sedangkan prinsip adalah cara bertindak atau hasrat manusia yang
menggerakkan pemerintahan.
Menurut
Montesquieu suatu hukum memiliki perbedaan sesuai dengan tempat dan waktu hukum
itu berlaku. Perbedaan tempat dan masa ini menyebabkan adanya perbedaan
kebiasaan dan ada istiadat. Pengaruh iklim, alam lingkungan sekitar dan sebagainya
juga turut menjadi penyebab perbedaan hukum. Oleh sebab itu, terdapat perbedaan
hukum dan sifat-sifat pemerintahan di tiap-tiap negara. Pemikir asal Prancis
ini juga berpendapat bahwa keadilan merupakan suatu pengertian yang telah ada
telebih dulu sebelum adanya hukum positif. Oleh sebab itu dalam suatu
masyarakat, manusia harus menyesuaikan diri dengan keadilan. Hukum positif yang
sesuai dengan keadilan itu adalah hukum yang benar.
Trias Politika
Hakikat
pemerintahan ada tiga jenis, yaitu republic, monarki dan despotis
(sewenang-wenang). Republik dipecah menjadi dua. Apabila lembaga rakyat
memiliki kekuasaan tertinggi disebut demokrasi. Apabila kekuasaan tertinggi
berada di tangan sebagian rakyat disebut aristokrasi. Untuk Negara republik,
prinsip pemerintahan yang mutlak diperlukan adalah keutamaan. Untuk monarki
dikehendaki ilham dari prinsip kehormatan. Dan dalam pemerintahan despotis
diperlukan prinsip rasa takut (prinsip bahwa rakyat harus takut terhadap
penguasa).
Dari kombinasi
tersebut dapat diterangkan kemudian tentang rusaknya suatu pemerintahan.
Rusaknya setiap pemerintahan pada umumnya dimulai dengan rusaknya
prinsip-prinsipnya. Prinsip demokrasi menjadi rusak bukan hanya ketika semangat
persamaan padam; tetapi juga ketika rakyat jatuh ke dalam semangat persamaan
yang ekstrim dan ketika setiap warga negara merasa senang setingkat dengan
mereka yang telah dipilihnya untuk memerintah. Aristokrasi rusak apabila
kekuasaan para bangsawan menjadi sewenang-wenang. Monarki bobrok ketika
kekuasaan dirampas oleh seorang yang egois, narsistis dan menyalahgunakan
wewenangnya, situasinya serta cintanya pada rakyat. Sistem pemerintahan
despotis hancur oleh ketidaksempurnaan yang melekat di dalam dirinya, karena
kodratnya sebagai suatu prinsip yang korup. Oleh karena itu menurut Montesquieu
perlu adanya pembatasan kekuasaan. Untuk membatasi kekuasaan hanya dapat
dilakukan dengan kekuasaan juga, sehingga timbullah ide bahwa dalam sebuah
Negara, kekuasaan harus dipisahkan. Paling tidak dalam tiga komponen, yakni
Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif.
Dengan kekuasaan
pertama, penguasa atau magistrat mengeluarkan hukum yang telah dikeluarkan.
Dengan kekuasaan kedua, ia membuat damai atau perang, mengutus atau menerima
duta, menetapkan keamanan umum dan mempersiapkan untuk melawan invasi, istilah
singkatnya pelaksana hukum. Dengan kekuasaan ketiga, ia menghukum penjahat,
atau memutuskan pertikaian antar individu-individu. Yang akhir ini kita sebut
kekuasaan yudikatif, yang lain kekuasaan eksekutif negara."
Dalam
hal ini ia memisah antara legislative dan eksekutif, dengan alasan Apabila
kekusaan legislatif dan eksekutif disatukan pada tangan yang sama, tidak
mungkin terdapat kemerdekaan. Kemerdekaan itupun juga tidak bisa ditegakkan
jika kekuasaan mengadili tidak dipisahkan dari kekuasaan legislatif dan
yudikatif. Kemudian menurutnya, kekuasaan legislatif haruslah terletak pada
seluruh rakyat. Namun karena melihat luasnya sebuah negara yang pastinya akan
menimbulkan kesulitan mengenai kekuasaan legislatif di tangan seluruh rakyat
ini, maka maka dibentuk suatu dewan rakyat. Rakyat yang dimaksud Montesquieu
adalah berupa dewan rakyat, bukan orang-orang yang mewakili rakyat. Dengan kata
lain, mereka bukanlah wakil rakyat seperti yang kita pahami sekarang. Dewan
rakyat dalam pengertiannya adalah semacam dewan yang terdapat dalam zaman
Yunani dan Romawi kuno. Mereka yang menjadi anggota dewan rakyat merupakan
mediator rakyat dan penguasa, menjadi komunikator, dan agregator aspirasi dan
kepentingan rakyat banyak.