Makalah
Abstrak: Makalah ini menginpormasikan bahwa periwayatan hadist dimasa sahabat di bagi menjadi dua, yakni perawatan hadist dengan lafal aslinya dan periwayatan hadist dengan maknanya saja. Dari segi bahasa yang digunakan para sahabat dalam meriwayatkan hadis juga membantu para ulama hadis dalam menetukan derajat kekuatan hadis. Pada masa itu, para shabiyah juga berperan dalam meriwayatkan hadis. Makalah ini juga menyertakan tujuh nama sahabat yang banyak meriwayatkan hadis, yaitu Abu Hurairah, Abdulah Ibn Umar, Anas Ibn Malik, Aisyah Binti Abu Bakar, Abdulah Ibn Abbas, Jabr Ibn Abdillah, dan Abu Sa’d al-Khudry. Cara sahabat meriwayatkan hadis, penggunaan lafal oleh sahabat, peran shabiyah, dan sahabat yang banyak meriwayatkan Hadis.
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Hadis merupakan harta berharga bekal akhirat yang ditinggalkan Rasulullah Saw kepada umatnya. Keberadaan hadis sampai saat ini tidak bisa dilepaskan dari peran penting kaum muslimin terdahulu dalam menerima dan menyebarluaskan. Di masa-masa awal islam, generasi pertama yang menerima dan menyebarluaskan hadis adalah generasi para sahabat. Satu-satunya generasi yang memiliki kesempatan emas yang tidak pernah dimiliki oleh generasi-generasi sesudahnya, yakni bertemu dengan Rasulullah Saw dan menerima pengajaran langsung dari beliau. Generasi para sahabat inilah sebagai pintu gerbang awal perjalanan hadis Rasulullah Saw. Sehingga hal itu menjadi sebab mengapa pembahasan penerimaan dan penyebaran hadis di masa sahabat dalam makalah ini menjadi penting untuk dibahas sebagai langkah awal dalam mempelajari proses perjalanan hadis dari masa awal dan seterusnya.
Melalui makalah ini kami berharap dapat membantu para pembaca sekalian dalam rangka mencari tahu bagaimana perjalanan periwayatan hadis di masa sahabat. Maka dari itu, atas berhasilnya makalah ini mengucapkan banyak terima kasih kepada bapak Rifqi Muhammad Fathi sebagai dosen mata kuliah sejarah dan perkembangan Hadis-ilmu hadis, yang telah menugaskan makalah ini kepada kami sehinggta timbulah dorongan pada diri kami untuk mengerjakan dan menytelesaikan makalah ini. Demikian pula kami ucaplan terimakasih kepada Bapak Agus Rifa’i sebagai kepala perpustakaan Fakultas Ushuludin dan filsafat yang telah mempersilahkan kami mengunakan fasilitas perpustakaan untuk mencari referensi-referensi buku yang sangat membantu kami dalam rangka menyelesaikan makalah ini.
B. PEMBAHASAN
1. Sikap Sahabat dalam Usaha Pengembangan Hadis Sebelum dan Sesudah Nabi Wafat.
• Perintah mentablikan hadis diberitakan oleh Abu Daud dan al-Turmudzy dan riwayat Zaid bin Tsabit Rasulullah bersabda :
نَضَّرَ اللهُ اَ مْرَأَ سَمِعَ مِنّىِ مَقَالَتِى فَحَفِظَهَا وَوَعَا هَافَاءَ دَاهَاكَمَا سَمِعَ فَرُبَ مُبَلِغَ اَوْ عَى مِنْ سَا مِعِ
Mudah-mudahan Allah menngindahkan seseorang yang mendengar ucapanku, lalu dihafalkan dan difahamkan dan disampaikan kepada orang lain persis sebagai yang dia dengar karena banyak sekali orang yang disampaikan berita kepadanya, lebih faham daripada yang yang mendengarnya sendiri.
اَلاَ لِيُبَلِّغَ السَّثا هِدُ مِنْكُمُ الْغَا ثِبُ
“ketahuilah, hendaklah orang yang hadir menyampaikan kepada orang yang tidak hadir (jauh)
Diriwayatkan Al-bukhory dari Ibnu Amar Ibnu ash Nabi bersabda :
بَلِغَوْا عَنِّى وَلَوْ اَ يَةَ
“sampaikanlah dari padaku walaupun hanya seayat.
2. Cara Sahabat Meriwayatkan Hadis
Cara para Sahabat meriwayatkan hadis ada dua :
a) Ada kala dengan lafal asli yakni menurut lafal yang mereka terima dari nabi yang mereka hafal benar lafal dari nabi.
b) Adakala dengan maknanya saja, maka mereka meriwayatkan maknanya bukan lafalnya, karena mereka tidak hafal lafalnya yang asli lagi dari Nabi Saw.
3. Lafal-Lafal yang Dipakai Sahabat dalam Meriwayatkan Hadis dan Nilai-Nilainya.
Para ahli ushul membaginya kepada lima derajat :
a. Derajat pertama, dialah yang paling kuat, ialah: Seseorang sahabat berkata,
• “ كََذاَ سمِعْتُ رسول اللهِ يَقُوْلُ = saya dengar rasul Saw berkata begini
• “اخبرنى = mengabarkan kepadaku ...............”
• “ ثَني حَدَ = menceritakan kepadaku ...............”
• “صَفَحَا نِى = berbicara di hadapanku ...............”
b. Derajat kedua, ialah: seseorang sahabat berkata,
• “Berkata rasul begini“
• “Mengabarkan rasul Saw begini“
• “Menceritakan rasul Saw begini “
Pada derajat ini tidak jelas menerangkan apakah penerimaan hadis ini secara lamgsung diterima sahabat yang bersangkutan atau ada perantara sahabat lain. Adakala hadis tersebut benar-benar sahabat mendengarnya sendiri. T3etapi tidak tegas benar mendengar sendiri.
Contohnya hadist yang diriwayatkan ibn Abbas : bersabda Rasulullah Saw,
“Hanyasanya air itu, dari air”
Ketika orang bertanya kepadanya: apa benar beliau mendengar sendiri yang tersebut dari nabi? Ia berkata: diterangkan kepadaku oleh Usman ibn Zaid.
c. Derajat ketiga, ialah: seorang sahabat berkata, “Rasul Saw menyuruh begini ......”
Ini dihukum marfu’ menurut madzhab jumhur. Ini menerima tiga kemungkinan:
• Mungkin tidak didengar sendiri perintah itu
• Mungkin perkataan “menyuruh” itu berdasarkan fahamnya saja
• Tentang umum dan khususnya.
d. Derajat keempat, ialah: seorang sahabat berkata, “kami diperintahkan begini ......”
Ini juga menerima kemungkinan yang telah diterangkan di atas, ditambah lagi dengan kemungkinan, yaitu:
• Tentang yang menyuruh, mungkin nabi, mungkin orang lain.
e. Derajat kelima, ialah seorang sahabat berkata : “adalah kami para sahabat berbuat begini ...............”
Jika hal ini disandarkan kepada zaman Rasul, memberi pengertian boleh.
Contoh hadis yang diriwayatkan oleh abu Sa’id:
“Di zaman rasul kami mengeluarkan satu gantang gandum untuk zakat fitrah”.
4. Kehati-Hatian Sabahat Terhadap Hadis
a. Menyedikitkan riwayat
Para sahabat tidak berkehendak mengembagkan pasar periwayatan hadis, agar orang-orang munafik tidak memperoleh jalan untuk menambah-nambah hadis, dan agar tehindar periwayatan hadis dari kekeliruan-kekeliruan yang disebabkan kelupaan atau kekhilafan sendiri. Para sahabat berpegang teguh kepada sabda nabi :
“jauhkanlah dirimu dari banyak meriwayatkan hadis, barangsiapa berkata atas namaku maka janganlah dia mengatakan selain dari yang haq.”
Ada sahabat yang mengkritik Abu Hurairah lantaran banyak meriwayatkan hadis, padahal abu Hurairah tiga tahun saja mengawani nabi. Pada saat mengkritik, beliau berkata : andaikata tak ada ayat yang mengancam orang menyembunyikan ilmu, akau tidak akan meriwayatkan apa-apa.”
b. Berhati-hati dalam menghadapi rowi dan marwi
Sebagaimana para sahabat menyedikitkan riwayat, tidak membanyakkannya, begitu pula mereka sangat berhati-hati dalam menghadapi rowi dan marwi. Di dalam marwi, mereka bercermin kepada kitab Allah dan hadis mutawatir, sekurang-kurangnya hadis mahsyur.
c. Para sahabat tidak meriwayatkan hadis yang belum dapat dipahami umum
Telah diktahui bahwasannya nabi Saw sangat sering mengkhususkan sesuatu ilmu atau sesuatu ketetapan bagi orang-orang yang mempunyai paham yang kuat dan kecerdasan yang nyata, serta melarang mereka menyampaikan ilmu itu kepada umum karena khawatir akan menimbulkan kesalahpahaman.
Contohnya seperti kasus berikut ini. Diriwayatkan oleh Bukhari di dalam kitab al-ilmu di dalam shahihnya, bahwasanya Rasulullah Saw mengedari untanya dengan memboncengi Mu’adz, maka beliau berkata kepada Mu’adz :
“tak ada seorangpun yang mengaku bahwasanya tak ada Tuhan melainkan Allah, sedang pengakuannya itu benar dari hatinya, melainkan Allah mengharamkannya neraka.”
Mendengar itu Mu’adz berkata : “bolehkan ketetapan ini saya sampaikan kepada umum supaya mereka bergembira?” Maka nabi menjawab:
“Kalau demikian, mereka bertawakkal saja”
Para sahabat semunaya menempuh jalan ini, yaitu tidak menyampaikan kepada masyarakat, yang tidak dapat dipahami oleh akal mereka, karena dikhawatirkan mereka akan meninggalkan hukum syara’ lantaran salah memahami hadis yang disampaikan. Karena itulah ibnu Mas’ud berkata :
“Tidaklah engkau menceritakan kepada sesuatu hadis yang tak sampai akal mereka kepadanya, melainkan akan menjadi fitnah bagi sebagian mereka.”
5. Peran Shahabiyah
Majlis Nabi Saw tidak saja dihadiri oleh kaum lelaki, bahkan juga dihadiri oleh kaum wanita. Bayak kaum wanita yang datang ke majlis nabi untuk mendengarkan sabda-dabda beliau, kemudian saling memberitahu kepada kaum wanita lainnya. Terkadang pla mereka tidak pula merasa malu untk bertanya suatuhal yang diperlukan kepada Rasul. Wanita yang banyak bertanya kepada rasul adalah wanita-wanita Anshar hingga Sayyidah Aisyah pernah memuji mereka dengan mengatakan :
“sebaik-baik wanita adalah wania Anshar. Mereka tidak dihalangi oleh rasa malu untuk mencapai ilmu yang mendalam, dalam bidang agama.”
6. Para Sahabat Yang Banyak Meriwayatkan Hadis
Yang dimaksud dengan sahabat-sahabat yang banyak meriwayatkan hadis ialah orang-orang yang riwayat-riwayatnya lebih dari seribu hadist, tak ada dalam kalangan sahabat, orang yang meriwayatkan hadis lebih dari seribu, selain dari mereka.
1. Abu HurairahL Abdurahman ibn Shakr ad-Dausly al-Yamanly ra. Yang lahir tahun 19 SH dan wafat tahun 59 H. Jumlah hadis yang diriwayatkannya (5347) buah.
2. Abdullah ibn Umar ibn al-khathhab ra, yang lahir tahun 10 H dan wafat tahun 73 H. Jumlah hadisnya 2630 buah.
3. Anas ibn Malik ra, yang lahir tahun 10 H dan wafat tahun 93 H. Jumlah hadisnya 2286 buah.
4. Aisyah binti Abu Bakar Ash-Siddiiq, Umul mukminin yang lahir tahun 9 SH dan wafat tahun 58 H (dan ada yang mengatakan tahun 57 H). Jumlah hadistnya 2210 buah.
5. Abdullah ibn Abbas ibn Abdullah Muthalib yang lahir tahun 3 SH dan wafat tahun 68 H. Jumlah hadistnya 1660 buah.
6. Jabir ibn Abdillah yang lahir tahun 6 SH dan wafatnya tahun 78 H. Jumlah hadisnya 1540 buah.
7. Abu Sa’id al-Khudry : sa’d ibn Malik Ibn sinan al-Anshariy yang lahir tahun 12 SH dan wafat tahun 74 H. Jumlah hadisntya 1170 buah.
HADIS pada MASA SAHABAT KECIL
dan TABI’IN
Masa berkembang dan meluasnya periwayatan hadis
• Pada tahun 17 H tentara islam mengalahkan syria dan iraq.
• Pada tahun 20 H mengalahkan mesir
• Pada tahun 21 H mengalahkan persia
• Pada tahun 56 H tentara islam sampai di smarkand
• Pada tahun 93 H tentara islam menaklukan spayol.
Perlawatan ke berbagai negri untuk mencari hadis
• Jabir pernah pergi ke syam selam sebulan untuk menanyakan hadis
• Abdul Aiyub Al Anshary pernah pergi ke mesir untuk menemui uqbah Ibnu Amer untuk menanyakan hadis.
Sahabat-sahabat yang mendapat julukan “ bendaharawan hadis” yakni orang-orang yang riwayatnya lebih dari 1000 hadis.
• Khulafa rasyidin dan Abdullah Ibnu mas’ud
• Abu Hurairah
• Anas ibn Malik
• Arsyah dan Ummu Salamah
• Abdullah ibn Amer ibn ‘Ash
Para sahabat yang membanyakan riwayat, ialah :
• Abu Hurairah
• Aisyah
• Anas ibn Malik
• Abmdullah ibn Abbas
• Abdullah ibn Umar
• Jabir ibn Abdilah
• Abu Sa’id al Khudry
• Ibnu Mas’ud
• Abdullah ibn Amer ibn Ash
Para penghafal hadis yang banyak hafalannya sesudah Abu Hurairah .
• Abdullah ibn Unmar, 2630 hadis
• Anas ibn Malik, 2276 hadis menurut al-Kirmany 2236 hadis
• Aisyah 2210 hadis
• Jabir ibn Abdillah, 1540 hadis
• Abu Sa’id al-Khudry, 1170 hadis
1. Tokoh-Tokoh Hadis dalam Kalangan Tabi’in
Di antara tokoh-tokoh tabi’in yang popular dalam bidang riwayat :
a. Di madinah
Said (93), urwah (94) Abu Bakar ibn Abdurahman ibn Al-harits ibnu Hisyam (94), ubaidulllah ibn Umar, Sulaimkan ibn Yassar, Al-Qosim ibn Muhammad ibn Abu bakar, naïf, Az zuhry, Abul Zinad. Kharijah ibn zaid.
b. Di mekkah
Ikrimah, Atha ibnu Rabah, Abul zubair, Muhammad ibn muslim.
c. Di kufah
Asy syaby, Ibrahim an nakhay, Alqamah An nakhay.
d. Di Bashrah
Al hasan, Muhammad ibn sirin, qotadah
e. Di Syam
Umar ibn Abdil aziz, Qobishah ibn dzuaib, makhul ka’bul Akbar.
f. Di mesir
Abul khair martsad ibn Abdullah Al yaziny, yazid ibn habib.
g. Di yaman
Thaus ibn Kaisan Al-yamany, wahab ibn munabbih (110).
2. Pusat-Pusat Hadis
Kota-kota yang menjadi pusat hadis ialah :
a. Madinah
b. Makkah
c. Kufah
d. Basrah
e. Syam
f. Mesir
3. Mulai Timbul Pemalsuan Hadis
a. Tahun 40 H batas yang memisahkan antara masa terlepas hadis dari pemalsuan, dengan masa mulai munculnya pemalsuan.
b. Sejak dari timbul fitnah diakhiri masa usman r.a. pecah menjadi beberapa golongan:
Pertama = golongan Ali ibn Abi Thalib (syiah).
Kedua = golongan Khawalij, yang menentang Ali dan muawiyyah.
Ketiga = golongan jumbhur (golongan pemerintah pada masa itu ).
4. Para Kolektor Pertama Hadis yang Tercatat Sejarah adalah :
a. Di kota Makkah, Ibnu Juraij (80 H =669 M – 150 H 767 M ).
b. Di kota Madinah, Ibnu Ishaq (…..H = 151 M ….H = 768 M ). Atau ibnu Abi Dzi bin atau Malik ibn Anas (93 H = 703 M- 179 H = 798 M ).
c. Di kota Basrah, Al- rabi ibn Shabih (…. H = …. M – 160 H = 777 M). atau Hammad ibn Salamah (176 H) atau Sa’id Ibnu abi Arubah (156 H = 773 M).
d. Di Kufah, Sufyan ats Tsaury (161 H).
e. Di Syan, al- Auza’y (156 H).
f. Di Wasith, Husyaim al-Wasithy (104 H = 772 M – 188 H = 804 m ).
g. Di Yaman, Ma’mar al-Azdy (95 H = 753 M – 153 H = 770 M0.
h. Di Kei, Jarir al-Diabby (110 H = 728 M – 188 H = 804 M ).
i. Di Khurasan, ibn Mubarok ( 118 H = 735 M – 181 H = 797 m).
j. Di Mesir, al Laits ibn Sa’ad (175 H).
As-Sayuti berkata dalam kitab tarikhul Khulafa : “Dalam tahun 143 H Ulama-ulama mulai membukukan hadis, Fiqih dan Tafsir.
• Di makkah ibn Juraij
• Di Madinah, Imam Malik
• Di Syam al-Alza’y (88 H = 707 M – 157 H = 733 M).
• Di basrah ibn abr Arubah (156 H = 733 M0. Dan Hammad (167 H = 789 M).
• Di Yaman, Ma’mar al-Azdy.
• Di Kufah, Sufyan ats Tsaury
Sistem ulama-ulama abad ke dua membukukan hadis
• Tidak menyaringnya mereka hanya membukukan saja
• Fatwa-fatwa sahabat dimasukkan kedalamnya
• Fatwa-fatwa tabi’in juga dimasukkan
C. PENUTUP
1. Kesimpulan
Ternyata periwayatan hadis di masa sahabat dilakukan dengan jalan yang cukup mengandung unsur kehati-hatian di dalamnya. Dengan menyedikitkan riwayat, berhati-hati terhadap rawi dan marwi, tidak meriwayatkan hadis yang sulit dipahami masyarakat umum, menjadikan peluang permalsuan dan penyalahgunaan hadis di masa itu menjadi sulit. Gaya bahasa para sabahat sebagai perawi pertama dalam tingkatan sanad dangat memebantu para muahaddis setelahnya dalam menentukan derajat kekuatan hadis. Para shahabiyah juga berperan dalam penerimaan dan peneyebaran hadis daimasnya. Terutama shahabiyah dri kalangan Anshar yang aktif bertanya suatu hal yang dirasa perlu kepada Rasulullah Saw.
D. DAFTAR PUSTAKA
Khan, Dr. H. Abdul Majid, M.Ag, Ulumul Hadis, Jakarta: Amzah, Cetakan kedua, 2009
Khatib, Dr.Mhammad A’jaj, Ushulul Hadis, Libanon: Daar al-Fiks, 2006.
Ash Shidieqy, Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi, Ilmu Hadis, Bandung: Pustaka Rizki Putra, 2009
Rahman, Drs. Fathor, Musthalahul Hadis, Bandung: al-Ma’arif , 1070.
Drs. Munzier Suparta. MA, Ilmu Hadis, Jakarta: PT. Raja Grafindo, Cetakan ke 3, Februari 2002
as-Shalih, Dr. Suhbi, Membas Ilmu Hadis, Jakarta: Firdaus, Cetakan ke-4 2000
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Hadis merupakan harta berharga bekal akhirat yang ditinggalkan Rasulullah Saw kepada umatnya. Keberadaan hadis sampai saat ini tidak bisa dilepaskan dari peran penting kaum muslimin terdahulu dalam menerima dan menyebarluaskan. Di masa-masa awal islam, generasi pertama yang menerima dan menyebarluaskan hadis adalah generasi para sahabat. Satu-satunya generasi yang memiliki kesempatan emas yang tidak pernah dimiliki oleh generasi-generasi sesudahnya, yakni bertemu dengan Rasulullah Saw dan menerima pengajaran langsung dari beliau. Generasi para sahabat inilah sebagai pintu gerbang awal perjalanan hadis Rasulullah Saw. Sehingga hal itu menjadi sebab mengapa pembahasan penerimaan dan penyebaran hadis di masa sahabat dalam makalah ini menjadi penting untuk dibahas sebagai langkah awal dalam mempelajari proses perjalanan hadis dari masa awal dan seterusnya.
Melalui makalah ini kami berharap dapat membantu para pembaca sekalian dalam rangka mencari tahu bagaimana perjalanan periwayatan hadis di masa sahabat. Maka dari itu, atas berhasilnya makalah ini mengucapkan banyak terima kasih kepada bapak Rifqi Muhammad Fathi sebagai dosen mata kuliah sejarah dan perkembangan Hadis-ilmu hadis, yang telah menugaskan makalah ini kepada kami sehinggta timbulah dorongan pada diri kami untuk mengerjakan dan menytelesaikan makalah ini. Demikian pula kami ucaplan terimakasih kepada Bapak Agus Rifa’i sebagai kepala perpustakaan Fakultas Ushuludin dan filsafat yang telah mempersilahkan kami mengunakan fasilitas perpustakaan untuk mencari referensi-referensi buku yang sangat membantu kami dalam rangka menyelesaikan makalah ini.
B. PEMBAHASAN
1. Sikap Sahabat dalam Usaha Pengembangan Hadis Sebelum dan Sesudah Nabi Wafat.
• Perintah mentablikan hadis diberitakan oleh Abu Daud dan al-Turmudzy dan riwayat Zaid bin Tsabit Rasulullah bersabda :
نَضَّرَ اللهُ اَ مْرَأَ سَمِعَ مِنّىِ مَقَالَتِى فَحَفِظَهَا وَوَعَا هَافَاءَ دَاهَاكَمَا سَمِعَ فَرُبَ مُبَلِغَ اَوْ عَى مِنْ سَا مِعِ
Mudah-mudahan Allah menngindahkan seseorang yang mendengar ucapanku, lalu dihafalkan dan difahamkan dan disampaikan kepada orang lain persis sebagai yang dia dengar karena banyak sekali orang yang disampaikan berita kepadanya, lebih faham daripada yang yang mendengarnya sendiri.
اَلاَ لِيُبَلِّغَ السَّثا هِدُ مِنْكُمُ الْغَا ثِبُ
“ketahuilah, hendaklah orang yang hadir menyampaikan kepada orang yang tidak hadir (jauh)
Diriwayatkan Al-bukhory dari Ibnu Amar Ibnu ash Nabi bersabda :
بَلِغَوْا عَنِّى وَلَوْ اَ يَةَ
“sampaikanlah dari padaku walaupun hanya seayat.
2. Cara Sahabat Meriwayatkan Hadis
Cara para Sahabat meriwayatkan hadis ada dua :
a) Ada kala dengan lafal asli yakni menurut lafal yang mereka terima dari nabi yang mereka hafal benar lafal dari nabi.
b) Adakala dengan maknanya saja, maka mereka meriwayatkan maknanya bukan lafalnya, karena mereka tidak hafal lafalnya yang asli lagi dari Nabi Saw.
3. Lafal-Lafal yang Dipakai Sahabat dalam Meriwayatkan Hadis dan Nilai-Nilainya.
Para ahli ushul membaginya kepada lima derajat :
a. Derajat pertama, dialah yang paling kuat, ialah: Seseorang sahabat berkata,
• “ كََذاَ سمِعْتُ رسول اللهِ يَقُوْلُ = saya dengar rasul Saw berkata begini
• “اخبرنى = mengabarkan kepadaku ...............”
• “ ثَني حَدَ = menceritakan kepadaku ...............”
• “صَفَحَا نِى = berbicara di hadapanku ...............”
b. Derajat kedua, ialah: seseorang sahabat berkata,
• “Berkata rasul begini“
• “Mengabarkan rasul Saw begini“
• “Menceritakan rasul Saw begini “
Pada derajat ini tidak jelas menerangkan apakah penerimaan hadis ini secara lamgsung diterima sahabat yang bersangkutan atau ada perantara sahabat lain. Adakala hadis tersebut benar-benar sahabat mendengarnya sendiri. T3etapi tidak tegas benar mendengar sendiri.
Contohnya hadist yang diriwayatkan ibn Abbas : bersabda Rasulullah Saw,
“Hanyasanya air itu, dari air”
Ketika orang bertanya kepadanya: apa benar beliau mendengar sendiri yang tersebut dari nabi? Ia berkata: diterangkan kepadaku oleh Usman ibn Zaid.
c. Derajat ketiga, ialah: seorang sahabat berkata, “Rasul Saw menyuruh begini ......”
Ini dihukum marfu’ menurut madzhab jumhur. Ini menerima tiga kemungkinan:
• Mungkin tidak didengar sendiri perintah itu
• Mungkin perkataan “menyuruh” itu berdasarkan fahamnya saja
• Tentang umum dan khususnya.
d. Derajat keempat, ialah: seorang sahabat berkata, “kami diperintahkan begini ......”
Ini juga menerima kemungkinan yang telah diterangkan di atas, ditambah lagi dengan kemungkinan, yaitu:
• Tentang yang menyuruh, mungkin nabi, mungkin orang lain.
e. Derajat kelima, ialah seorang sahabat berkata : “adalah kami para sahabat berbuat begini ...............”
Jika hal ini disandarkan kepada zaman Rasul, memberi pengertian boleh.
Contoh hadis yang diriwayatkan oleh abu Sa’id:
“Di zaman rasul kami mengeluarkan satu gantang gandum untuk zakat fitrah”.
4. Kehati-Hatian Sabahat Terhadap Hadis
a. Menyedikitkan riwayat
Para sahabat tidak berkehendak mengembagkan pasar periwayatan hadis, agar orang-orang munafik tidak memperoleh jalan untuk menambah-nambah hadis, dan agar tehindar periwayatan hadis dari kekeliruan-kekeliruan yang disebabkan kelupaan atau kekhilafan sendiri. Para sahabat berpegang teguh kepada sabda nabi :
“jauhkanlah dirimu dari banyak meriwayatkan hadis, barangsiapa berkata atas namaku maka janganlah dia mengatakan selain dari yang haq.”
Ada sahabat yang mengkritik Abu Hurairah lantaran banyak meriwayatkan hadis, padahal abu Hurairah tiga tahun saja mengawani nabi. Pada saat mengkritik, beliau berkata : andaikata tak ada ayat yang mengancam orang menyembunyikan ilmu, akau tidak akan meriwayatkan apa-apa.”
b. Berhati-hati dalam menghadapi rowi dan marwi
Sebagaimana para sahabat menyedikitkan riwayat, tidak membanyakkannya, begitu pula mereka sangat berhati-hati dalam menghadapi rowi dan marwi. Di dalam marwi, mereka bercermin kepada kitab Allah dan hadis mutawatir, sekurang-kurangnya hadis mahsyur.
c. Para sahabat tidak meriwayatkan hadis yang belum dapat dipahami umum
Telah diktahui bahwasannya nabi Saw sangat sering mengkhususkan sesuatu ilmu atau sesuatu ketetapan bagi orang-orang yang mempunyai paham yang kuat dan kecerdasan yang nyata, serta melarang mereka menyampaikan ilmu itu kepada umum karena khawatir akan menimbulkan kesalahpahaman.
Contohnya seperti kasus berikut ini. Diriwayatkan oleh Bukhari di dalam kitab al-ilmu di dalam shahihnya, bahwasanya Rasulullah Saw mengedari untanya dengan memboncengi Mu’adz, maka beliau berkata kepada Mu’adz :
“tak ada seorangpun yang mengaku bahwasanya tak ada Tuhan melainkan Allah, sedang pengakuannya itu benar dari hatinya, melainkan Allah mengharamkannya neraka.”
Mendengar itu Mu’adz berkata : “bolehkan ketetapan ini saya sampaikan kepada umum supaya mereka bergembira?” Maka nabi menjawab:
“Kalau demikian, mereka bertawakkal saja”
Para sahabat semunaya menempuh jalan ini, yaitu tidak menyampaikan kepada masyarakat, yang tidak dapat dipahami oleh akal mereka, karena dikhawatirkan mereka akan meninggalkan hukum syara’ lantaran salah memahami hadis yang disampaikan. Karena itulah ibnu Mas’ud berkata :
“Tidaklah engkau menceritakan kepada sesuatu hadis yang tak sampai akal mereka kepadanya, melainkan akan menjadi fitnah bagi sebagian mereka.”
5. Peran Shahabiyah
Majlis Nabi Saw tidak saja dihadiri oleh kaum lelaki, bahkan juga dihadiri oleh kaum wanita. Bayak kaum wanita yang datang ke majlis nabi untuk mendengarkan sabda-dabda beliau, kemudian saling memberitahu kepada kaum wanita lainnya. Terkadang pla mereka tidak pula merasa malu untk bertanya suatuhal yang diperlukan kepada Rasul. Wanita yang banyak bertanya kepada rasul adalah wanita-wanita Anshar hingga Sayyidah Aisyah pernah memuji mereka dengan mengatakan :
“sebaik-baik wanita adalah wania Anshar. Mereka tidak dihalangi oleh rasa malu untuk mencapai ilmu yang mendalam, dalam bidang agama.”
6. Para Sahabat Yang Banyak Meriwayatkan Hadis
Yang dimaksud dengan sahabat-sahabat yang banyak meriwayatkan hadis ialah orang-orang yang riwayat-riwayatnya lebih dari seribu hadist, tak ada dalam kalangan sahabat, orang yang meriwayatkan hadis lebih dari seribu, selain dari mereka.
1. Abu HurairahL Abdurahman ibn Shakr ad-Dausly al-Yamanly ra. Yang lahir tahun 19 SH dan wafat tahun 59 H. Jumlah hadis yang diriwayatkannya (5347) buah.
2. Abdullah ibn Umar ibn al-khathhab ra, yang lahir tahun 10 H dan wafat tahun 73 H. Jumlah hadisnya 2630 buah.
3. Anas ibn Malik ra, yang lahir tahun 10 H dan wafat tahun 93 H. Jumlah hadisnya 2286 buah.
4. Aisyah binti Abu Bakar Ash-Siddiiq, Umul mukminin yang lahir tahun 9 SH dan wafat tahun 58 H (dan ada yang mengatakan tahun 57 H). Jumlah hadistnya 2210 buah.
5. Abdullah ibn Abbas ibn Abdullah Muthalib yang lahir tahun 3 SH dan wafat tahun 68 H. Jumlah hadistnya 1660 buah.
6. Jabir ibn Abdillah yang lahir tahun 6 SH dan wafatnya tahun 78 H. Jumlah hadisnya 1540 buah.
7. Abu Sa’id al-Khudry : sa’d ibn Malik Ibn sinan al-Anshariy yang lahir tahun 12 SH dan wafat tahun 74 H. Jumlah hadisntya 1170 buah.
HADIS pada MASA SAHABAT KECIL
dan TABI’IN
Masa berkembang dan meluasnya periwayatan hadis
• Pada tahun 17 H tentara islam mengalahkan syria dan iraq.
• Pada tahun 20 H mengalahkan mesir
• Pada tahun 21 H mengalahkan persia
• Pada tahun 56 H tentara islam sampai di smarkand
• Pada tahun 93 H tentara islam menaklukan spayol.
Perlawatan ke berbagai negri untuk mencari hadis
• Jabir pernah pergi ke syam selam sebulan untuk menanyakan hadis
• Abdul Aiyub Al Anshary pernah pergi ke mesir untuk menemui uqbah Ibnu Amer untuk menanyakan hadis.
Sahabat-sahabat yang mendapat julukan “ bendaharawan hadis” yakni orang-orang yang riwayatnya lebih dari 1000 hadis.
• Khulafa rasyidin dan Abdullah Ibnu mas’ud
• Abu Hurairah
• Anas ibn Malik
• Arsyah dan Ummu Salamah
• Abdullah ibn Amer ibn ‘Ash
Para sahabat yang membanyakan riwayat, ialah :
• Abu Hurairah
• Aisyah
• Anas ibn Malik
• Abmdullah ibn Abbas
• Abdullah ibn Umar
• Jabir ibn Abdilah
• Abu Sa’id al Khudry
• Ibnu Mas’ud
• Abdullah ibn Amer ibn Ash
Para penghafal hadis yang banyak hafalannya sesudah Abu Hurairah .
• Abdullah ibn Unmar, 2630 hadis
• Anas ibn Malik, 2276 hadis menurut al-Kirmany 2236 hadis
• Aisyah 2210 hadis
• Jabir ibn Abdillah, 1540 hadis
• Abu Sa’id al-Khudry, 1170 hadis
1. Tokoh-Tokoh Hadis dalam Kalangan Tabi’in
Di antara tokoh-tokoh tabi’in yang popular dalam bidang riwayat :
a. Di madinah
Said (93), urwah (94) Abu Bakar ibn Abdurahman ibn Al-harits ibnu Hisyam (94), ubaidulllah ibn Umar, Sulaimkan ibn Yassar, Al-Qosim ibn Muhammad ibn Abu bakar, naïf, Az zuhry, Abul Zinad. Kharijah ibn zaid.
b. Di mekkah
Ikrimah, Atha ibnu Rabah, Abul zubair, Muhammad ibn muslim.
c. Di kufah
Asy syaby, Ibrahim an nakhay, Alqamah An nakhay.
d. Di Bashrah
Al hasan, Muhammad ibn sirin, qotadah
e. Di Syam
Umar ibn Abdil aziz, Qobishah ibn dzuaib, makhul ka’bul Akbar.
f. Di mesir
Abul khair martsad ibn Abdullah Al yaziny, yazid ibn habib.
g. Di yaman
Thaus ibn Kaisan Al-yamany, wahab ibn munabbih (110).
2. Pusat-Pusat Hadis
Kota-kota yang menjadi pusat hadis ialah :
a. Madinah
b. Makkah
c. Kufah
d. Basrah
e. Syam
f. Mesir
3. Mulai Timbul Pemalsuan Hadis
a. Tahun 40 H batas yang memisahkan antara masa terlepas hadis dari pemalsuan, dengan masa mulai munculnya pemalsuan.
b. Sejak dari timbul fitnah diakhiri masa usman r.a. pecah menjadi beberapa golongan:
Pertama = golongan Ali ibn Abi Thalib (syiah).
Kedua = golongan Khawalij, yang menentang Ali dan muawiyyah.
Ketiga = golongan jumbhur (golongan pemerintah pada masa itu ).
4. Para Kolektor Pertama Hadis yang Tercatat Sejarah adalah :
a. Di kota Makkah, Ibnu Juraij (80 H =669 M – 150 H 767 M ).
b. Di kota Madinah, Ibnu Ishaq (…..H = 151 M ….H = 768 M ). Atau ibnu Abi Dzi bin atau Malik ibn Anas (93 H = 703 M- 179 H = 798 M ).
c. Di kota Basrah, Al- rabi ibn Shabih (…. H = …. M – 160 H = 777 M). atau Hammad ibn Salamah (176 H) atau Sa’id Ibnu abi Arubah (156 H = 773 M).
d. Di Kufah, Sufyan ats Tsaury (161 H).
e. Di Syan, al- Auza’y (156 H).
f. Di Wasith, Husyaim al-Wasithy (104 H = 772 M – 188 H = 804 m ).
g. Di Yaman, Ma’mar al-Azdy (95 H = 753 M – 153 H = 770 M0.
h. Di Kei, Jarir al-Diabby (110 H = 728 M – 188 H = 804 M ).
i. Di Khurasan, ibn Mubarok ( 118 H = 735 M – 181 H = 797 m).
j. Di Mesir, al Laits ibn Sa’ad (175 H).
As-Sayuti berkata dalam kitab tarikhul Khulafa : “Dalam tahun 143 H Ulama-ulama mulai membukukan hadis, Fiqih dan Tafsir.
• Di makkah ibn Juraij
• Di Madinah, Imam Malik
• Di Syam al-Alza’y (88 H = 707 M – 157 H = 733 M).
• Di basrah ibn abr Arubah (156 H = 733 M0. Dan Hammad (167 H = 789 M).
• Di Yaman, Ma’mar al-Azdy.
• Di Kufah, Sufyan ats Tsaury
Sistem ulama-ulama abad ke dua membukukan hadis
• Tidak menyaringnya mereka hanya membukukan saja
• Fatwa-fatwa sahabat dimasukkan kedalamnya
• Fatwa-fatwa tabi’in juga dimasukkan
C. PENUTUP
1. Kesimpulan
Ternyata periwayatan hadis di masa sahabat dilakukan dengan jalan yang cukup mengandung unsur kehati-hatian di dalamnya. Dengan menyedikitkan riwayat, berhati-hati terhadap rawi dan marwi, tidak meriwayatkan hadis yang sulit dipahami masyarakat umum, menjadikan peluang permalsuan dan penyalahgunaan hadis di masa itu menjadi sulit. Gaya bahasa para sabahat sebagai perawi pertama dalam tingkatan sanad dangat memebantu para muahaddis setelahnya dalam menentukan derajat kekuatan hadis. Para shahabiyah juga berperan dalam penerimaan dan peneyebaran hadis daimasnya. Terutama shahabiyah dri kalangan Anshar yang aktif bertanya suatu hal yang dirasa perlu kepada Rasulullah Saw.
D. DAFTAR PUSTAKA
Khan, Dr. H. Abdul Majid, M.Ag, Ulumul Hadis, Jakarta: Amzah, Cetakan kedua, 2009
Khatib, Dr.Mhammad A’jaj, Ushulul Hadis, Libanon: Daar al-Fiks, 2006.
Ash Shidieqy, Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi, Ilmu Hadis, Bandung: Pustaka Rizki Putra, 2009
Rahman, Drs. Fathor, Musthalahul Hadis, Bandung: al-Ma’arif , 1070.
Drs. Munzier Suparta. MA, Ilmu Hadis, Jakarta: PT. Raja Grafindo, Cetakan ke 3, Februari 2002
as-Shalih, Dr. Suhbi, Membas Ilmu Hadis, Jakarta: Firdaus, Cetakan ke-4 2000
Post a Comment for "Makalah"