Citra Madura di Mata Dunia
Berdasarkan
interview seputar Madura terhadap orang-orang dari berbagai daerah didindonesia
yang ada di Jakarta, diantaranya adalah Helmi Hidayatullah (Lombok), Sofi
(Jember), Lina (Lamongan), Ar Rahma (Jepara), Dedek Hafsoh (Suka Bumi), Anisa
Zahra (Bogor), Fitriani (Depok), Enjis Saputra (Jakarta), dan banyak lagi yang
lainnya, dan mencari data-data lain dari media masa. Dari hasil interview yang
dilaksanakan selama kurang lebih dari tiga bulan tersebut, dan hasil musyawar di Surabaya
yang diadakan Kompas, dapat dirumuskan bahwa Madura mempunyai beberapa
penilaian, yaitu:
Pertama, rakyat Madura dinilai mempunyai watak keras, tidak mau
mengalah. Penulis tidak tahu secara pasti apa yang mempengaruhi sampai mereka
berstatement seperti itu, apa mungkin ada pihak-pihak yang tidak senagn
terhadap rakyat Madura sehingga ia membesar-besarkan berita yang sebenarnya
berita tersebut tidaklah seperti yang ia pahami, dan ia sampaikan, atau berasal
dari orang luar Madura yang kebetulan pada saat berkunjung ke Madura menemukan
kejadian yang mereka angap keras, seperti Clurit, dan Carok, atau malah barasal
dari rakyat Madura yang tidak paham akan makna budaya Madura terutama Clurit
sehingga ia menceritakan, dan menjelaskannya dengan penjelasan yang kurang
tepat, bahkan salah yang pada akhirnya Clurit identik dengan Carok sehingga
Carok secara tidak langsung dianggap menjadi bagian dari budaya Madura.
Namun,
berdasarkan interview yang dilakukan penulis, ada beberapa faktor yang
menyebabkan mereka berfikir demikian, antara lain: pertama, adanya cerita dari
orang-orang terdekat tentang hal ini baik dari teman, saudara, dan bahkan orang
tua sendiri, kedua, berdasarkan observasi yang tidak objective, seperti
berkunjung kemadura yang berkebetulan melihat rakyat Madura memengang Clurit,
dan berketepatan ada konflik dimadura yang ditangani dengan kekerasan, ketiga,
berita-berita daari media masa, keempat, yang paling disesalkan adalah cerita
dari orang Madura yang merasa sok paham terhadap kultur wilayah sendiri
sehingga seakan bangga menceritakan hal yang sebenarnya tidak ia pahami.
Apapun
penyebabnya, yang pasti Pandangan ini – Clurit, dan Car!ok adalah kultur Madura
- merupakan pandangan yang sudah tidak asing lagi didengar dari
ungkapan-ungkapan mereka ketika mendengar kata Madura, dan sudah tertanam
dengan kuat dalam memori mereka bahwasanya Madura adalah wilayah berdarah yang
penuh kekerasan, semua masalah hanya diselesaikan dengan kekerasan, dan
pertumpahan darah.
Anggapan-anggapan
ini bisa didapatkan sewaktu berinteraksi dan bergabung dengan mereka. Ketika
penulis memperkenalkan diri dalam perkenalan mahasiswa baru Prodi Aqidah
Filsafat tepatnya dilantai empat Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada akhir 2009 lalu, para audien di belakang secara
spontan mengatakan Clurit, Clurit, Clurit, Carok, Carok, dan Carok, samapai di
luar ruanganpun mereka masih menakan masalah Clurit, dan Carok. Tapi merupakan
suatu keberuntungan bagi penulis, karena tidak dipanggil pencarok.
Kedua, SDM rendah, pandangan mereka terhadap permasalahan ini
tidak separah anggapan-anggapan terhadap tindakan-tindakan kekerasan yang
pernah dilakukan rakyat Madura, ketika persepektif mereka terhadap clurit, dan
carok sangat mendoninasi mereka - bahkan hampir semua - memori mereka, namun
dalam masalah ini nasih bisa dibagi menjadi dua bagian, pertama yang menggap
dam rakyat Madura rendah, dan yang menganggap SDM Madura unggul.
Yang menganggap
SDM rakyat Madura rendah biasanya dari kalangan yang kurang memperhatikan
secara langsung kwalitas rakyat Madura, hal ini biasanya banyak terjadi diluar
dunia lembaga pendidikan yang tidak berinteraksi langsung dengan rakyat Madura
(siswa, atau mahasisiwa madura), atau bisa dikatakan orang-orang yang
terpengaruhi oleh data-data jumlah lembaga yang dianggap menjadi ukuran
kwalitas SDM suatu wilayah tertentu, dalam hal ini biasa dilakukan oleh
pemerintah, dan instansi formal lainnya, dan orang yang memandang Madura dari
kejauhan, seperti masyarat biasa.
Sedikitnya
lembaga pendidikan yang ada di Madura, dan terbatasnya universitas berkwalits
menjadi alasan terkuat untuk mengatakan rakyat Madura adalah rakyat yang awam,
tidak mengenal penidikan, tidak berkompetensi dalam bidang keilmuan, buta
tehnologi, dan tidak ada yang bisa dibagakan dari Madura, sehingga muncullah
sifat meremehkan terhadap rakyat Madura. Mereka beranggapan bahwa lembaga
pendidikan baik sekolah maupun kampus merupakan pusat pembentukan SDM yang
berkwalitas, jadi bagaimana mungkin SDM bisa berkwalitas jika tempat
pemproduksinya terbatas (tidak memadai).
Kemudian
masyarakat menggunakan ketidak adaan kajian-kajian intelektual, perdebatan, dan
tidak munculnya nama orang-orang hebat yang bermukim di Madura, menjadi alasan
terbentuknya pandangan kerendahan kwalitas SDM Madura sedemikian rupa, apalagi
ketika hasil musyawarak disurabaya yang diadakan kompas mengatakan bahwa Madura
adalah wilayah paling tertinggal di jawa timur, hal ini menunjukkan betapa
jeleknya Madura di mata mereka.
Ketiga, kemiskinan yang tidak tertangani. Berdasarkan hasil
penelitian, yang tertera dalam buku-buku dan dipeta dunia sekalipun, bahkan
realita yang ada, juga menyatakan bahwa pendapatan Madura bisa dikatakan
hanyalah pertanian, karena mayoritas dan bahkan hampir keseluruhan rakyat Madura
bercocok tanam, diantara yang sangat dibanggakan adalah tembakau, padi, jagung,
kacang ijo, dan tanaman-tanaman kecil lain yang tidak bisa disebutkan semua.
Nah dari kondisi ini bisa ditebak, dan bisa digambarkan suasana perekonomian
dimadura.
Dan berdasar
penelitian pemerintah tentang kondisi perekonomian disana, mereka menyebutkan
bahwa pengangguran dimadura sedang merejalela. Sedikitnya lapangan pekerjaan,
minimnyanya kreatifitas rakyat Madura menjadikan pengangguran berserakan
diberbagai tempat, yang berakibatkan angka kemiskinan yang terus bertambah dari
waktu kewaktu.
Sempitnya
pemikiran rakyat Madura yang mengnggap bahwa PNS merupakan provesi yang sangat
dan paling menjanjikan juga merupakan factor yang sangat berpengaruh/berperan
dalam kemerosotan perekonomian dimadura. Padahal jika dicermati masih banyak
pekerjaan yang jauh lebih menjanjikan terhadap makmurnya perekonomian disana,
misalkan kreativitas diri – kerajinan has Madura – batik Madura, dan kerajinan
lannya, dan perdagangan (bisnis) juga jauh lebih menguntungkan dari pada PNS.
Yang ada difikiran rakyat Madura hanyalah pekerjaan yang jelas pendapatannya,
serta mudah, tapi tidak memperhatikan peluang mendapatkan provesi itu, sedang
berbicara peluang, kesempatan menjadi PNS sangatlah sedit sekali. berdasarkan
data pendaftar cPNS tahun 2009 kemaren, tercatat kurang lebih 8000 orang yang
mentar menjadi PNS, sedangkan yang tenaga yang dibutuhkan hanya beberapa ratus
saja.
Dari beberapa
analisis tadi, hasil musyawarah pemerintah menyebutkan bahwa permasalahan ini
hanya bisa ditangani dengan mengadakan perindustrialisasi dikawasan Madura.
Ketika perindustian dibuka para investor akan berbondong-bondong menanamkan
modal dimadura, namun masih da beberapa kecemasan yang ada, dikwatirkan adalah
adanya kebijakan pemerintah yang tidak memihak kepada rakyat, jika demikian
meskipun perindustrian di Madura berkembang dengan pesat, tapi bisa saja rakyat
Madura tidak mempunyai peran sedikitpuan, dan bahkan bisa saja mereka dijadikan
budak para investor asing diwialayah sendiri, sehingga yang terjadi bukan ada
perbaikan perbaikan perekonomian disana, malah yang ada hanyalah perbudakan,
dan pemerasan terhadap rakyat Madura.
Keempat, berwajah paspasan, berpenampilan kolot, dan jadul. Entah
apa yang membuat mereka beranggapan demikian, tapi bisa jadi akibat dari rakyat
Madura yang mereka kenal rata-rata bercirikan seperti itu, sehingga muncullah
perspektife yang sesuai dengan realita yang mereka dapatkan. Ketika penulis
berkulturasi dengan beberapa daerah lain diberbagai tempat, dan meminta
mendiskripsikan apa yang mereka ketahui tentang cirri-ciri rakyat Madura, salah
satu yang keluar dari diskripsi mereka adalah rakyat Madura berpenampilan
jadul, muka paspasan, dan wajah suram. Diskripsi seperti inilah yang tertanam dalam
diri merka, sehingga tidak heran ketika mereka melihat cirri seperti itu mereka
pasti mengatakan dia adalah rakyat Madura, dan juga tidak heran jika mereka
kaget waktu berkenalan dengan penulis yang beda dengan gambaran di otak mereka.
Paparan diatas hanya
diambil dari isu-isu yang sangat popular, dan masih banyak lagi
pandangan-pandangan mereka yang tidak bisa disebutkan semua. Dan semoga masih
ada yang mau menambahkahkan, atau mengurangi, atau mengumentari opini yang
penulis paparkan pada tulisan ini. Sememoga bermanfaat.
4 comments for "Citra Madura di Mata Dunia"