FILSAFAT ETIKA IBNU MAJJAH
Filsafat etika merupakan pembahasan filsafat praktis. Ia membahas tentang teori-teori tentang prilaku. Pada kesempatan ini, Penulis akan membahas Filsafat Etika Ibnu Majjah yang merupakan filosof muslim terkemuka di dunia.
Biografi ibn Majjah
Ia adalah abu bakar Muhammad bin yahya, yang terkenal dengan sebutan ibn us-shaighatau Ibnu Bajjah. Orang-orang eropa pada abad pertengahan menamai Ibnu Bajjah dengan “avempance”,[1] Ibnu Bajjah adalah filosof muslim yang pertama dan utamadalam sejarah kefilsafatan di Andalusia. Ia di lahirkan di Saragossa (Spanyol) pada akhirabad ke-5 H/ abad ke-11 M. Riwayat hidupnya secara rinci tidak banyak di ketahui orang.Begitu juga mengenai pendidikan yang ditempuhnya dan guru yang mengasuhnya tidaktrdapat informasi yang jelas.
Menurut beberapa literatur, Ibnu Bajjah bukan hanya seorang filosof ansich[2], tetapi ia juga seorang saintis yang menguasai beberapa disiplin ilmu pengetahuan, sepertikedokteran, astronomi, fisika, musikus, dan matematika. Fakta ini dapat di terima karenadi masa itu belum terjadi pemisahan dalam suatu buku antara sains dan filsafat sehinggaseseorang yang mempelajari salah satunnya terpaksa bersentuhan dengan yang lain. Ia juga aktif dalam dunia politik, sehingga gubernur Saragossa dault-almurabith, abu bakaribnu ibrahim al-sahrawi mengangkatnya menjadi wazir. Akan tetapi sewaktu kotaSaragossa jatuh ketangan raja alfonso 1 di aragon Ibnu Bajjah terpaksa pindah ke kotaSeville via Valencia. Di kota ini ia bekerja sebagai seorang dokter. Kemudian dari sini iapindah ke Granada dan selanjutnya berangkat ke afrika utara, pusat kerajaan dinastimurabith barbar. Setelah itu Ibnu Bajjah berangkat pula ke fez, marokko. Di kota ini ia diangkat menjadi wazir oleh abu bakar yahya ibnu yusuf ibnu tashfin selama 20 tahun.Akhirnya di kota inilah ia menghembuskan napasnya yang terakhir pada bulan ramadhan533 H/1138 M, menurut beberapa informasi kematianya ini karena di racuni olehtemanya, seorang dokter yang iri hati terhadap kejeniusanya.
Menurut ibnu Thufail, Ibnu Bajjah adalah seorang filosof muslim yang paling cemerlangotaknya, paling tepat analisanya, dan paling benar pemikiranya. Namun amatdisayangkan pembahasan filsafatnya dalam beberapa bukunya tidaklah matang dansempurna. Ini di sebabkan ambisi keduniaanya yang begitu besar dan kematianya yangbegitu cepat. Karya tulis Ibnu Bajjah yang terpenting dalam bidang filsafat, sebagaiberikut.
Filsafat Etika ibn Bajjah
Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad sebagai petunjuk manusia. Setiap manusia mempunyai kekuatan dari Allah untuk menentukan perjalanan hidupnya. Dalam kehidupan manusia banyak pilihan hidup yang secara etika dibedakan antara yang baik dan yang jelek, yang benar dan yang salah. Di sini al-Qur’an mempunyai peranan penting untuk mengetahui dan selanjutnya membedakan antara pilihan baik dan buruk atau benar dan salah.
Pada perbuatan manusia terdapat perbuatan terpuji dan perbuatan tercela. Kedua perbuatan manusia yang saling bertolak belakang ini, sebagian menjadi perdebatan di antara manusia sendiri mengenai suatu hal itu terpuji atau tercela. Perbedaan pendapat tersebut dilatarbelakangi oleh perbedaan budaya dan moral pada setiap pribadi manusia dan masyarakat.
Perbedaan antara keduanya akan lebih terbaur ketika kedua perbuatan itu disetujui dan dilakukan dalam suatu masyarakat. Dalam situasi seperti ini, sebagaimana yang terjadi sekarang, sangat sulit membedakan antara perbuatan yang baik dan yang buruk, yang membangun dan yang merusak dalam konteks budaya, karena seakan-akan perbuatan tersebut menjadi sebuah kebiasaan dalam suatu masyarakat dan diamini bersama
Ibnu Bajjah membedakan kedua perbuatan atau tindakan manusia itu dari segi "dari mana" manusia melakukan sesuatu. Menurutnya pada diri manusia setiap akan melakukan sesuatu tak lepas dari dua motif, yaitu motif naluri atau hal-hal yang berhubungan dengannya. Naluri manusia disini bukanlah hati melainkan nafsu. Nafsu sangat berkaitan dengan hasrat manusia. Apa yang dilakukan oleh manusia selama itu mengandung unsur-unsur hasrat adalah nafsu.
Tindakan yang berdasarkan hasrat oleh Ibnu Bajjah diistilahkan dengan tindakan hewani. Seperti halnya seekor binatang dalam berlaku tidak menggunakan otak dan akal. Tindakan hewani pada manusia juga seperti itu. Bahkan ketika hasrat manusia dituruti, ia bisa lebih buas dari binatang. Hasrat manusia apabila sebagai dasar pikirannya, manusia akan lebih ganas dan lebih ganas dari binatang. Karena sebuas binatang ada titik kepuasan, sedangkan manusia tidak.
Selain tindakan yang didorong hasrat pada tindakan manusia, Ibnu Bajjah juga membagi tindakan manusia yang ditimbulkan dari pemikiran yang lurus dan keamanan yang bersih. Tindakan yang berdasarkan akal yang lurus, oleh Ibnu Bajah diistilahkan dengan tindakan manusiawi.
Tindakan manusiawi seseorang akan terlepas dari nafsu. Tindakan manusiawi bermotif dari hati, kemudian dikonsep dalam pikiran dan diterapkan dalam suatu tindakan. Tindakan ini tidak membahayakan, bahkan bermanfaat bagi manusia lain, karena tindakan manusia yang manusiawi selalu terkontrol oleh hatinya yang bersih dan lurus.
Penjelasan lebih lanjut, ia mengemukakan seorang yang terantuk dengan batu, kemudian ia luka-luka, lalu ia melemparkan batu itu. Kalau ia melemparnya karena telah melukainya maka ia adalah perbuatan hewani yang didorong oleh naluri kehewananya yang telah mendiktekan kepadanya untuk memusnahkan setiap perkara yang menganggunya.
Kalau melemparkanya agar batu itu tidak mengganggu orang lain,bukan karena kepentingan dirinya, atau marahnya tidak bersangkut paut dengan pelemparan tersebut, maka perbuatan itu adalah pekerjaan kemanusiaan. Pekerjaan yang terakhir ini saja yang bisa dinilai dalam lapangan akhlak, karena menurut Ibnu Bajjah hanya orang yang bekerja dibawah pengaruh pikiran dan keadilan semata-mata, dan tidak ada hubunganya dengan segi hewani padanya, itu saja yang bisa dihargai perbuatanya dan bisa di sebut orang langit.
Setiap orang yang hendak menundukkan segi hewani pada dirinya, maka ia tidak lain hanya harus memulai dengan melaksanakan segi kemanusiaanya. Dalam keadaan demikianlah, maka segi hewani pada dirinya tunduk kepada ketinggian segi kemanusiaan, dan seseorang menjadi manusia dengan tidak ada kekuranganya, karena kekurangan ini timbul disebabkan ketundukanya kepada naluri.[3]
Pandangan Ibnu Bajjah di atas sejalan dengan ajaran Islam. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa manusia yang mendasarkan perbuatanya atas iradah yang merdeka dan akal budi akan dapat mencapai kebahagiaan. Menurut Ibnu Bajjah, apabila perbuatan dilakukan demi memuaskan akal semata, perbuatan ini mirip dengan perbuatan ilahy dari pada perbuatan manusiawi.
Secara ringkas Ibbnu Bajjah membagi tujuan perbuatan manusia menjadi tiga tingkat sebagai berikut :
a. Tujuan jasmaniah, dilakukan atas dasar kepuasan rohaniah. Pada tujuan ini manusia sama derajatnya dengan hewan.
b. Tujuanrohaniah husus, dilakukan atas dasar kepuasan rohaniah. Tujuan ini akan melahirkan keutamaan akhlaqiyyah dan aqliyyah.
c. Tujuan rohaniah umum (rasio), dilakukan atas dasar kepuasan pemikiran untuk dapat berhubungan dengan Allah. Inilah tingkat manusia yang sempurnadan taraf inilah yang ingin dicapai manusia penyendiri Ibnu Bajjah.[4]
Oleh Hairus Saleh
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Daftar Pustaka
Hanafi, Ahmad, Pengantar Filsafat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1991
Zar, Sirajuddin, Filsafat Islam, Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2004
Widjajanti, Rosmaria Sjafariah, Etika, Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008
[1] Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), h. 157
[2] Sirajuddin Zar, Filsafat Islam, (jakarta: Raja Grapindo Persada, 2004), h. 185
[3] Rosmaria Sjafariah Widjajanti, Etika, (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), 244
[4] Sirajuddin, Filsafat Islam, h.197-198