BISNIS BERELASI DENGAN POLITIK
KOMPAS, Rabu, 30 Maret 2011
ICW: Kepentingan Bisnis Dan Politik Penyokong Terjadinya Korupsi Didaerah
Jakarta, Kompas – relasi antara kepentingan politik dan bisnis menjadi bangunan utama penyokong terjadinya korupsi di daerah. Kesimpulan ini diambil dari riset Indonesia Corruption Watch.
Hasil riset “pemetaan kepentingan bisnis politik di daerah” oleh ICW di empat daerah menunjukkan pla yang sama, relasi penguasa dengan kelompok bisnis menjadi fondasi kuat terjadinya korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.
ICW melakukan riset di empat kota, yaitu Semarang (Jawa Tengah), Suka Bumi (Jawa Barat), Samarinda (Kalimantan Timur), Muna (Sulawesi Tenggara), dengan menggunakan metode kualitatif. Menurut peneliti ICW, ade irawan, di Jakarta, selasa (29/3), pemilihan keempat kota ini dilator belakangi oleh sektor unggulan setiap daerah.
Donas dari kelompok bisnis kepada politis atau penguasa tidak pernah gratis. Konsesinya bisa berupa proyek atau lisensi tertentu,” ujar penelliti ICW, Abdullah Dahlan.
Abdullah mencontohakan, di semarang wali kota membuat peraturan daerah tentang parker tepi jalan, yang berdasarkan temuan ICW ternyata mengantungkan sala satau pengusaha yang menjadi tim sukses wali kota. Bahkan, menurut Abdllah, wali kota kemudian tak lagi memerlukan dukungan politik tetap dari partai politik ketika memiliki anggaran besar untuk memenangi pilkada. “Terbukti pada periode pertama dia maju dengan perahu partai democrat Indonesia perjungan, kemudian pada periode keduanya dia meloncat ke partai democrat” tuturnya.
Dalam kasus Samarinda, menurut Abdullah, relasi terbangun ketika wali kota disiking oleh penguasa batu bara dan sebagainya balasannya adalah terbitnya izin konsesi pertambangan.
Sementara itu, di Suka Bumi, menurut Ade, sebagai wilayah dengan potensi sumber daya air besar yang dieksploitasi menjadi sumber air minum dalam kemasan, pola relasi yang menjadi antara penguasa minuman kemasan dan kepada daerah. “Antara lain dalam bentuk smbangan yang diberikan pengusaha kepada kepala daerah yang berkuasa,” ujar Ade.
Kasus di Muna lebih spesifik karena daerah ini tak mengandalkan dana alokasi umum dari pemerinta pusat. “Maka dimuka, terjadi konflik kepentingan antara penguasa dan pengusaha dalam kasus-kasus pengadaaan barang dan jara. Penguasa menempatkan kerabatya sebagai pejabat kelang atau perencana kebijakan,” tutur Abdullah.
Menurut Abdullah, di tingkat nasional relasi bisnis dengan politik tergambar dalam latar belakang anggota DPR. Dari data ICW, 44,6 persen dari total anggota DPR berlatar belakan penguasa. “kasus Azidin dengan katering haji, kasus Bulyan Roya dan al Amin Nasution membuktikan itu,” kata Abdullah. (BIL)
baca juga:
RUU Tipikor Dinilai Kompromistis
wajah pemikiran NU
baca juga:
RUU Tipikor Dinilai Kompromistis
wajah pemikiran NU
Post a Comment for "BISNIS BERELASI DENGAN POLITIK"