Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hakikat Cinta dalam Perspektif Ibn Hazm

Hakikat cinta tak dapat ditemukan selain dengan segenap kesungguhan pengamatan dan penjiwaan. Cinta tak dimusuhi agama dan tak dilarang syariatNya. Cinta adalah urusan hati. Sementara hati adalah urusan ilahi.

hakikat cintan dalam perspektif ibn hazm
Ibnu Hazm
Cinta melintasi keindahan fisik. Andai saja cinta lahir lantaran keindahan fisik semata, niscaya orang yang buruk rupa tak akan pernah dicintai sesamanya. Sesungguhnya cinta merupakan sesuatu yang bersemayam dalam jiwa yang terdalam. Manakala jiwa seseorang digandrung pada jiwa yang lain dan ternyata di balik jiwa orang yang digandrunginya itu terdapat sesuatu yang menyerupai jiwanya, maka jiwanya akan semakin terpikat dan terkait dengan jiwa orang yang di gandrunginya itu.

Cinta adalah ketenteraman dalam hati. Seseorang yang mencitai orang lain, ia akan merasa amat tenang dan tenteram bersamanya. Jikapun di sela ketenteraman itu terdapat penderitaan, hal itu tidak lain kecuali penderitaan itu adalah keadaan yang menjadikan kita benar-benar dapat menikmati ketenteraman. Tanpa penderitaan kita tak akan pernah dapat mengenal ketentraman. Maka penderitaan dalam mencintai adalah anugerah yang perlu disyukuri.

Begitu Ibnu Hazam menjelaskan tentang hakikat cinta.
Hairus Saleh
Hairus Saleh Akademisi jadi blogger. Blogger menjadi tempat untuk tuangkan berbagai gagasan dan pemikiran.

1 comment for "Hakikat Cinta dalam Perspektif Ibn Hazm"

sabdakhairus.blogspot.com November 19, 2013 at 2:00 PM Delete Comment
Manusia tentu saja merupakan hasil evolusi yang terakhir, dan karena itu sebagai makhluk ia memiliki karakter atau sifat-sifat khusus yang tidak dimiliki oleh hewan-hewan dan makhluk-makhluk yang lebih rendah lagi. Sekalipun hewan dikatakan memiliki kesadaran dan nafsu, namun kesadaran hewan tentang dunia fisik, hanyalah merupakan kesadaran inderawi, dan tidak bisa menjangkau ke kedalaman dan antar-hubungan batin antara benda-benda. Juga kesadaran hewani hanyalah pada objek-objek yang bersifat individual dan partikular, dan tidak bisa menjangkau yang bersifat universal dan general. Tetapi kesadaran manusia bisa mencapai apa-apa yang tidak bisa dijangkau oleh kesadaran hewani tadi. Kesadaran manusia tidak tetap terpenjara dalam batas lokal dan ruang, tidak juga ia terbelenggu pada waktu tertentu; kesadaran manusia justru bisa melakukan pengembaraan menembus ruang dan waktu.[12] Tetapi selain itu, yang betul-betul menjadi ciri yang membedakan manusia dengan hewan adalah ilmu dan iman. Inilah perbedaan utama manusia dari hewan. Oleh karena itu sains dan iman merupakan dua hal yang harus diperoleh dan dikembangkan manusia untuk mengekspresikan kemanusiaannya.

Manusia menikmati kemuliaan dan keagungan yang khusus di antara makhluk-makhluk yang lain dan memiliki peran khusus, sebagai wakil Tuhan dan misi yang khusus, sebagai pengelola alam. Namun manusia, dengan kebebasan memilihnya, bertanggung jawab atas evolusi dan pertumbuhan dan pendidikannya dan atas perbaikan masyarakatnya. Alam semesta, merupakan sekolah bagi manusia, dan Tuhan akan memberi pahala setiap diri manusia sesuai dengan niat baiknya dan usahanya yang lurus. Manusia juga dikatakan mempunyai peran kausal dalam dan pengaruh terhadap tindakan-tindakannya. Ia bahkan lebih berpengaruh dalam membentuk nasibnyanya sendiri ketimbang yang lain.

Sebagai pemikir Syi’ah yang sering diidentikkan dengan Mu’tazilah, Mutahhari menolak bahwa manusia telah ditentukan nasibnya secara deterministik. Kepercayaan Syi’ah pada prinsip keadilan, dalam pandangan Mutahhari berarti bahwa Syi’ah mengakui prinsip kebebasan manusia, pertanggung-jawaban manusia dan kreativitasnya. Takdir Tuhan telah menciptakan sistem dan telah memunculkan serangkaian norma dan hukum. Karena itu, kapan saja manusia mencari sesuatu yang diinginkannya, ia harus mencarinya lewat sistem dan norma-norma tadi, jadi rizki, sekalipun berasal dari pusaka ilahi, tetapi harus dicarai melalui sistem dan norma tertentu, dan bukan dengan begitu saja diberikan secara pilih kasih.
http://icasjakarta.wordpress.com/2010/02/22/renungan-renungan-filosofis-murtadha-mutahhari/
close