Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Nuruddin al Raniri

Oleh Hairus Saleh
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Biografi
Nama lengkapnya Nur al Din Muhammad ibn Ali ibn Hasanji ibn Muhammad al Raniry. Syaikh Nuruddin diperkirakan lahir sekitar akhir abad ke-16 M di kota Ranir, India, dan wafat pada 21 September 1658. Pada tahun 1637, ia datang ke Aceh, dan kemudian menjadi penasehat kesultanan di sana hingga tahun 1644.[1]
Ia adalah syekh tarekat Rifa’iyyah yang didirikan oleh Ahmad Rifa’i. Beliau juga di katakan penerus tasawuf Sunni.[2] Ia merantau ke Aceh 31 Mei 1637/6 Muharram 1047 H. Pada masa kerajaan sultan Iskandar Tsani, ia mengikuti jejak pamannya syekh Muahammad Jailani yang juga merantau.pada saat itu ia berada di Aceh untuk kedua kalinya, karena saat masa kerajaan sultan Iskandar Muda ia tak mendapatkan tempat  atau perhatian dari sultan yang berkuasa.

Beliau di katakan telah berguru dengan Sayyid Umar Abu Hafs bin Abdullah Basyeiban yang yang di India lebih dikenal dengan Sayyid Umar al Idrus kerna adalah khalifah Tariqah al Idrus BaAlawi di India.
Ar-Raniri juga telah menerima Tariqah Rifaiyyah dan Qodariyyah dari guru beliau. Putera Abu Hafs bin Sayyid Abdul Rahman Tajudin yang datang dari Balqeum, Karnataka, India pula telah bernikah setelah berhijrah ke Jawa dengan Syarifah Khadijah, puteri Sultan Cirebon dari keturunan Sunan Gunung Jati.
Pemikirannya
Pemikiran ia sangat bersembarangan dengan wujudiyah. Ia sangat menantang dan bertekat untuk memberantas ajaran wahidiyah dari bumi Indonesia. secara singkat pemikiran yang juga merupakan suatu respon atau bantahan terhadap wujudiyah yang dipelopori oleh Hamzah Fanshuri (abad 16-17 M) dan Syamsuddin Sumaterani (w. 1040 H/1630 M). Bentuk bantahannya yaitu;
Pertama, tentang Tuhan, masalah ketuhanan bersifat kompromistis.[3] Ia berupaya menyatukan paham mutakallimin dengan paham para sufi yang diwakili Ibn Arabi. Ia berpendapat bahwa wujud Allah dan alam esa berarti bahwa alam merupakan sisi lahiriah dari hakikatnya, yang batin, yaitu Allah. Namun ungkapan itu pada hakikatnya bahwa alam tidak ada yang ada hanyalah wujud Allah.

Kedua, tentang alam. Menurutnya alam ini diciptakan Allah melalui tajalli, ia menolak teori emanasi al Farabi.
Ketiga, tentang manusia, merupakan makhluk yyang paling sempurna di dunia ini. Sebab manusia merupakan khalifah Allah di bumi yang dijadikan sesuai dengan citranya, dan mazhur (tempat kenyataan asma dan sifat Allah paling lengkap dan menyeluruh).

Keempat, tentang wujudiyyah. Inti ajaran wujudiyyah  berpusat pada wahdat al wujud yang salah diartikan oleh kaum wujudiyyah. Mereka mengartkan wujudiyah sebagai kemanunggalan Allah dengan alam. Hal ini dapat membawa kekafiran. Menurut al Raniri bawa jika benar Tuhan dan makhluk hakikatnya satu, maka jadilah makhluk itu adalah Tuhan.

Kelima, tentang hubungn syari’at dan hakikat. Pemisahan antara keduanya merupakan sesuatu yang tidak benar. Selain itu ia juga menekankan kepada umat islam agar memahami secara benar akidah islamiyah.


[1] www.wikipediaensiklopedibebas.com
[2] Damanhuri Basyir, Ilmu Tasawuf, (Bandung: Yayasan Pena Banda Aceh, 2005), 210 
[3] M. Solihin, Melacak Pemikiran Tasawuf di Nusantra, (Jakarta; Raja Grafindo Persada, 2005), h. 57
Hairus Saleh
Hairus Saleh Akademisi jadi blogger. Blogger menjadi tempat untuk tuangkan berbagai gagasan dan pemikiran.

Post a Comment for "Nuruddin al Raniri"

close