Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tasauf Sebagai Pengendali Kepemimpinan

Prof. Dr. KautSar Azhari Noer Memberi
Kuliah di AF UIN Jakarta
Oleh Hairus Saleh

“Pemimpin seharusnya juga sebagai sufi”

Pernyataan ini lah yang disampaikan Prof. Dr. KautSar Azhari Noer pada kuliah studi naskah tasawuf prodi Aqidah Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Rabu 21 maret lalu.
Tampaknya, pernyataan ini merupakan kritikan terhadap para pemimpin yang lagi carut marut. Korupsi, nepotisme yang sudah merasuk di seluruh elemen kepemimpinan, tidak hanya pemimpin pemerintahan, tetapi juga pemimpin lembaga pendidikan baik yang bercorak agama atau pun tidak.

Kursi kekuasaan tidak lagi sebagai tempat yang penuh dengan tanggung jawab dan agung untuk menggoreskan secercah jasa demi lebih baiknya institusi yang dipimpin. Namun, ia sudah berubah status sebagai barang ekonomi yang siap diperdangankan demi kepentingan pribadi dan kelompok.

Sudah menjadi budaya bahwa setiap lembaga mengadakan kegiatan itu hanyalah proyek yang hanya ingin mengembat anggaran yang diambil dari uang rakyat. Artinya, tujuan inti –kegiatan demi kepentingan rakyat- tidak menjadi target utama, sehingga format acaranya hanya formalitas belaka.

Oleh karena itu, kepribadian sufistik sangat dibutuhkan. Jika harus dipertanyakan, kenapa harus kepribadian sufistik yang dipilih, tidak sebagai ulama saja? Hal ini dikarenakan sifat-sifat sufi sudah sangat memadahi untuk merobohkan krisi moral dan kepercayaan.

Kaum sufi sangat terkenal sebagai figur yang amanah, menghargai orang lain dan rendah hati sebagaimana yang disebutkan di Risalah Qusyairiyah. Ketika sudah mempunyai sufat seperti ini, pemimpin akan selalu bekerja dengan maksimal sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku dan akan memperjuangkan kepentingan masyarakat –tidak demi kepentingan pribadi.

Dalam cerita yang disajikan Prof. Dr. Kautsar, ketika kaum sufi dalam peperangan, mereka mengalami luka yang cukup parah. Salah seorang yang perawat datang membawa air untuk para korban. Lantas, perawat tadi menawarkannya kepada seorang yang lukanya paling parah. Namun, dia lelaki tersebut menulak tawaran itu dengan alasan masih ada orang lain disampingnya yang dianggap lebih membutuhkan. Kemudian, perawat tadi menghapiri prajurit yang direkomendasikan cowok tadi, namun prajurit itu melakukan hal yang sama, sampai akhirnya perawat itu kembali kepada laki-laki yang pertama tadi yang pada saat itu sudah meninggal dunia.

Cerita ini bisa diambil faidah, manusia harus tetap mendahulukan orang lain walau dalam keadaan sulit pun. Nah, kriteria seperti ini yang harus dimiliki para pemimpin, kalau masih banyak rakyat yang kelaparan, janga sampai memperkaya diri dan golongan.
Hairus Saleh
Hairus Saleh Akademisi jadi blogger. Blogger menjadi tempat untuk tuangkan berbagai gagasan dan pemikiran.

Post a Comment for "Tasauf Sebagai Pengendali Kepemimpinan"

close